Karyawan Merpati di DPR: Kami Bergerak Atas Nama Pilot Lapar!

Karyawan Merpati di DPR: Kami Bergerak Atas Nama Pilot Lapar!

- detikFinance
Senin, 17 Mar 2014 17:38 WIB
Karyawan Merpati di DPR: Kami Bergerak Atas Nama Pilot Lapar!
Jakarta - Ratusan pegawai PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang terdiri pilot, pramugari, hingga teknisi menemui Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bertempat di lantai 7 Gedung Nusantara I DPR Senayan, para pegawai maskapai ekor kuning ini ditemui oleh satu Anggota Komisi XI yakni Sumaryoto di ruang Fraksi PDIP. Tanya jawab dan berbagi cerita berjalan dengan tenang.

Tanya jawab ini dipimpin oleh Sumaryoto. Salah satu pilot senior Merpati, yakni Capt. Wahyudin A saat diberi kesempatan berbicara menjelaskan kedatangan pegawai Merpati menemui anggota parlemen bukan mengatasnamakan asosiasi. Ia dan rekan-rekannya datang atas nama penerbang lapar yang hampir 4 bulan belum memperoleh gaji.

"Kita bergerak atas nama pilot lapar. Ngomong saja sudah fals," kata Capt Senior Merpati tersebut di depan anggota Fraksi PDIP saat tanya jawab di Gedung DPR, Senin (17/3/2014).

Menurut Wahyudin, para pilot dan pegawai Merpati lainnya telah menyambangi Kementerian BUMN selaku pemegang saham. Para pegawai menuntut kejelasan nasib dari keberlangsung perseroan dan meminta Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk memberhentikan Capt. Asep Ekanugraha dari posisi Dirut Merpati karena dinilai tidak mampu memperbaiki kinerja. Namun hasilnya, hingga kini para karyawan belum memperoleh jawaban.

"Kami minta ganti Capt Asep. Kalau dilikuidasi bayar Rp 1,7 triliun ke karyawan. Kalau mau hidup, Merpati butuh Rp 700 miliar. Waktu temui pak Wahyu (Deputi BUMN). Padahal Pak Dahlan ada waktu itu. Dia janji kasih waktu 1 minggu," jelasnya.

Sementara itu, Capt. Adithya Priyo yang juga merupakan Sekjen Asosiasi Pilot Merpati (APM) menjelaskan kondisi Merpati saat ini adalah yang terburuk sejak perseroan beroperasi mulai tahun 1960an.

Merpati sekarang adalah maskapai yang tidak memiliki alat produksi berupa pesawat layak terbang, izin operasi (AOC) telah dibekukan hingga gaji belum dibayar hampir 4 bulan.

"Kami memperjuangkan Merpati dari kehancuran. Perusahaan ini didirikan oleh negara. Kondisi merpati paling terburuk sejak berdiri. Pesawat nggak bisa terbang, asuransi dibatalkan, izin dibekukan, karyawan 4 bulan nggak dibayar," kata Capt. Adit saat mengadukan kondisi Merpati kepada Fraksi PDIP di DPR.

Menurut Adit, ia dan para pramugari bisa saja meninggalkan Merpati karena memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan maskapai-maskapai tanah air. Namun para pilot dan pramugari masih cinta terhadap Merpati serta masih memikirkan nasib rekan-rekan pegawai yang telah berkarya sejak puluhan tahun.

"Kami perjuangkan nasib ribuan karyawan yang menata karir sejak puluhan tahun. Kami mohon bantuan bapak dan ibu. Tolong. Kami sadari semua masalah bisa selesai kalau Merpati dikelola dengan baik. Agar menempatkan orang yang berkualitas dan berkelas seperti saat Pak Sarjono Joni memimpin Merpati. Kembalikan dia memimpin," tegasnya.

Sementara itu, Sumaryoto yang mewakili Fraksi PDI seorang diri, menjelaskan hasil pertemuan ini akan disampaikan kepada pimpinan fraksi setelah masa reses selesai pada Mei nanti. Meski demikian, menurut Sumaryoto baru kali ini DPR menerima laporan resmi mengenai kondisi terkini di Merpati.

"Mendekati pemilu. Waktu yang nggak tepat. Masa sidang dimulai lagi 7 Mei. Berarti nanti kesempatan pertama. Kalau masih tahan. Ini perlu daya tahan yang teruji," sebutnya.

Terkait permintaan pembayaran gaji. Sumaryoto menjelaskan Merpati masih memiliki sisa alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 200 miliar yang belum dicairkan. Dana itu seharusnya bisa untuk pembayaran gaji.

Namun alokasi tersebut tidak bisa cair karena Menteri Keuangan masih menahan pencairan PMN. Sumaryoto menyarankan para pegawai Merpati untuk menemui Menkeu Chatib Basri agar dana PMN bisa dicairkan untuk membayar gaji.

Sedangkan terkait usulan pergantian Capt. Asep sebagai Dirut Merpati, Sumaryoto menyarankan para pilot dan pegawai bersatu membuat tanda tangan kepada Menteri BUMN. Isinya meminta agar Dahlan selaku Menteri BUMN untuk memberhentikan Capt. Asep.

Pasalnya saat ini antara direksi dan karyawan sudah tidak ada rasa saling percaya. Kondisi membuat program penyelamatan Merpati sulit dijalankan.

"FPM sudah kirim surat ke Menteri BUMN untuk kembalinya Capt. Sarjono. Suratnya sudah saya lihat. Surat baru ditandatangan 200, padahal karyawan Merpati mencapai 1.600. Kekuatan masih kurang. Tolong para pilot membantu," katanya.

(feb/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads