Seperti dikutip dari Wall Street Journal, sejumlah perusahaan asuransi sudah melakukan pembayaran awal. Pembayaran ini bukan berasal dari asuransi yang dimiliki penumpang secara pribadi, melainkan re-insurer dari pihak maskapai.
Berdasarkan Konvensi Montreal, maskapai wajib memberikan dana kepada keluarga korban. Maskapai biasanya membeli premi asuransi yang dananya bisa cair ketika terjadi kecelakaan.
“Kebijakan ini bertujuan untuk membantu keluarga korban memenuhi kebutuhan mendadak, seperti akomodasi perjalanan,” kata Joseph Wheeler, pengacara hukum penerbangan dari firma Shine yang berdomisili di Brisbane, Australia.
Allianz, perusahaan asuransi asal Jerman, merupakan salah satu yang menjamin Malaysia Airlines. Perusahaan ini menyatakan sudah memberikan kompensasi awal, tapi tak menyebut angkanya. Tapi sumber The Telegraph menyebutkan, perusahaan itu sudah mempersiapkan US$ 110 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun di rekening penampungan.
“Ini merupakan praktik yang normal dan sudah menjadi kewajiban kami ketika ada pesawat yang hilang,” begitu keterangan Allianz.
Sementara untuk asuransi pribadi yang dimiliki masing-masing penumpang, besarnya dana kompensasi masih akan diperhitungkan kemudian. Berkaca pada tragedi pesawat Air France 447 pada 2009, beberapa klaim asuransi baru cair setahun setelah pesawat dinyatakan hilang.
Salah satu perusahaan asuransi yang memegang polis korban di pesawat MH-370 adalah AXA Affin General Insurance Berhad. Tercatat ada enam penumpang yang memegang polis asuransi dari perusahaan ini.
Sementara di Tiongkok, China Insurance Regulatory Commission telah memerintahkan seluruh perusahaan auransi untuk membuka layanan 24 jam bagi para keluarga korban. Regulator juga meminta perusahaan untuk menyiapkan pembayaran.
Ping An Insurance menyatakan terdapat 38 klien mereka dan sedang memverifikasi 15 orang lagi. Polis mereka mencakup asuransi jiwa, perlindungan properti, dan penyebab khusus (casuality). Perusahaan mengaku sudah siap untuk menyalurkan kompensasi dengan segera jika skenario terburuk benar-benar terjadi.
Bernard Chan, Anggota Hong Kong Executive Council, mengatakan perusahaan asuransi akan menyalurkan kompensasi begitu ada konfirmasi pesawat jatuh meski belum ada jasad penumpang yang ditemukan. “Jika yang terjadi adalah serangan teroris, maka beberapa polis asuransi mungkin tidak berlaku. Tetapi bagi pemegang polis asuransi jiwa, kompensasi akan cair dalam kondisi apapun,” katanya.
Namun bagi keluarga korban, dana santunan dan asuransi bukanlah hal yang penting untuk saat ini karena duka yang masih menyelimuti. “Siapa yang sekarang bisa berpikir tentang asuransi dan kompensasi?” tegas salah seorang anggota keluarga yang sepupunya menjadi penumpang di pesawat naas MH-370 itu.
Korban dari AS Bisa Dapat Kompensasi Lebih Besar
Tampaknya, akan ada perbedaan yang besar dalam hal jumlah kompensasi yang diterima korban tragedi itu. Terutama bagi keluarga korban yang berasal dari Amerika Serikat. Jumlahnya bakal lebih besar dari korban non-AS.
“Kompensasi atas kematian itu sangat berbeda bagi penumpang AS dan non-AS,” kata Terry Rofle, praktisi penerbangan di Integro Insurance Brokers. “Kalau klaim dilakukan di pengadilan AS, nilainya akan sangat signifikan ketimbang di pengadilan lain dan bagi warga AS, tak ada masalah membawa kasus ini ke pengadilan AS.”
Sebanyak 239 penumpang dan kru pesawat naas terdiri dari 14 kebangsaan dengan mayoritas berasal dari China. Sebanyak 38 penumpang berasal dari Malaysia, tujuh Warga Negara Indonesia, enam dari Australia, dan tiga warga AS.
Rolfe mengestimasi, pengadilan AS bisa memutuskan per penumpang mendapat kompensasi antara US$ 8 juta sampai US$ 10 juta atau antara Rp 80 miliar sampai RP 100 miliar. Sedangkan di China, dia memperkirakan angkanya akan kurang dari US$ 1 juta atau sekitar Rp 10 miliar per penumpang.
Konvensi Montreal menyatakan bahwa klaim atas kecelakaan semacam itu bisa dilakukan di lima tempat: di mana maskapai berdomisili; di mana lokasi bisnis utamanya; di mana tiket dibeli; di mana tujuan penerbangan; atau di mana tempat tinggal utama si penggugat.
“Jadi, bagi mayoritas penumpang, baik orang China maupun Malaysia, dan negara-negara ini memiliki pandangan yang terbatas atas kerusakan, tak seperti Amerika,” kata pengacara kasus kecelakaan penerbangan asal Illinois, Floyd Wisner.
Mengapa bisa begitu? Rofle bilang, itu lantaran ada banyak pengacara di AS yang ingin menangani kasus tersebut. Mereka, kata dia, sangat paham memanfaatkan sistem pengadilan AS. “Dan tingkat pengacara, atau litigasi, atau presedennya tak sama, dibandingkan di seluruh dunia,” katanya.
(hds/DES)











































