Belajar dari Kisah Mobil Listrik China

Balada Mobil Listrik China (1)

Belajar dari Kisah Mobil Listrik China

- detikFinance
Senin, 28 Apr 2014 08:48 WIB
Denza, salah satu mobil listrik di China.
Jakarta - Ruang pameran di Beijing Auto Show itu bagai meledak pada awal pekan lalu. Tepuk tangan riuh saat mobil listrik Denza diluncurkan. Banderolnya mencapai US$ 59.100 atau sekitar Rp 591 juta dan bakal sampai ke tangan pemilik pada September nanti.

Denza adalah hasil joint venture antara raksasa otomotif Jerman, Daimler, dan BYD, perusahaan pembuat kendaraan listrik asal China. Mobil ini menjadi penawar rasa orang China yang menginginkan mobil listrik berbanderol lebih murah.

Sukacita di Beijing kontras dengan suasana hati Ricky Elson di Jakarta, beberapa hari sebelumnya. Pria yang dijuluki 'Putra Petir' ini adalah pembuat mobil listrik asal Sumatera Barat yang tak kunjung bisa mewujudkan impiannya membuat mobil listrik untuk Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Begitu pun Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tak lagi bisa menahan niat Ricky yang hendak kembali ke Jepang lantaran 'gagal' di negerinya sendiri. Tak sedikit duit yang dikucurkan Dahlan untuk mempekerjakan Ricky di Indonesia.

China dan Indonesia berada di dua kutub yang berbeda dalam hal pengembangan mobil listrik. Kalau di Indonesia mobil listrik masih jadi impian, di China sebaliknya. Pemerintah China justru sedang bersemangat memperbanyak populasi mobil listrik di jalanan negeri itu.

Denza bukanlah mobil perdana. Sebelumnya sudah ada produk Tesla, perusahaan mobil ramah lingkungan dari China yang punya model lebih mahal, dengan banderol US$ 117 ribu lebih atau sekitar Rp 1,1 miliar lebih.

Demi menarik minat konsumen China, pemerintah memberikan subsidi sampai Rp 222 juta lebih untuk pengembangan Denza, begitu kata pihak Daimler.

Salah satu alasan China serius mengembangkan mobil listrik adalah tingginya polusi udara di negeri itu. Industrialisasi memang membuat China bangkit menjadi negeri dengan perekonomian terbesar di dunia.

Tapi efek negatifnya, konsumsi energi di China begitu tinggi. Sebanyak 70 persen sumber energi yang menggerakkan industri di China adalah batubara. Setiap ton batubara yang dibakar memproduksi lebih dari satu ton polutan, termasuk karbondioksida, sulfur dioksida, mercury, dan sebagainya.

Kemajuan ekonomi China juga membangkitkan kelas menengah yang tingkat konsumsinya tinggi. Mereka getol membeli televisi, mesin cuci, penyejuk udara, kulkas, pemanas udara, rumah yang lebih besar, dan mobil. Kini China adalah pasar mobil terbesar di dunia dengan 20 juta unit mobil yang laku terjual pada 2013 saja.

Emisi dari industri dan kendaraan bermotor membuat polusi udara di China begitu tinggi. Beijing, Harbin, Shanghai, dan kota-kota besar lainnya di China bak tenggelam dalam kabut asap saban hari. Kabut asap yang membahayakan kesehatan.
Β 
Maka pemerintah China pun melancarkan perang terhadap polusi udara itu. Salah satu yang dianggap solusi adalah mengembangkan mobil listrik.

Pemerintah China menargetkan 5 juta mobil listrik lalu lalang di jalanan di China pada 2020. Sejumlah insentif diberikan supaya pengguna mobil mau beralih ke produk kendaraan yang ramah lingkungan. Salah satu contoh adalah pemberian duit tunai sebesar Rp 111 juta lebih bagi yang mau membeli mobil listrik.

Tapi masalahnya, memasyarakatkan mobil listrik memang tak segampang mengucurkan duit dari kas negara. Faktanya, pada kuartal pertama 2014 ini, kurang dari 7.000 mobil listrik atau hibrid yang terjual di China. Upaya China masih melempem.

Apa masalah mobil listrik di China? Mengapa upaya pemerintah untuk memasyarakatkan mobil listrik tak sesuai target dan harapan? Simak laporan khusus detikFinance edisi hari ini.

(DES/DES)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads