Pemerintah memang belum menaikkan HPP gula sejak 2012 dan 2013 atau kini masih Rp 8.100/kg. Pemerintah sempat mematok HPP gula sebesar Rp 7.000/kg di 2011.
"Di samping memberikan jaminan pasar, pemerintah harus mengeluarkan HPP yang seharusnya naik. Itu memberikan sinyal bagi petani, paling tidak ada jaminan pemerintah harga yang layak masih mau memproduksi tebu," ungkap Direktur Eksekutif AGI Tito Pranoloh saat berdiskusi dengan media di Gedung Gula Negara, Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Production cost-nya naik karena separuh lebih petani tebu ada di Jawa, itu kan sewa lahan naik. Kalau ada ketidaksesuaian dengan HPP ya kita duduk bareng deh. Produksi cost petani di Jawa per haktar setiap musim Rp 15-20 juta," imbuhnya.
Selain itu, untuk menghitung HPP gula perlu dipertimbangkan harga gula internasional. Sehingga didapat angka HPP yang sesuai dengan keinginan petani. Ia menyebutkan angka HPP gula yang realistis sekarang adalah Rp 8.500/Kg atau naik Rp 400/Kg dibandingkan HPP gula saat ini.
"Saya pikir angka Rp 8.500/kg artinya perhitungan ini dilakukan karena ada risiko dia (petani) untuk beralih ke tempat lain (tanam lain). Tanam tebu itu 18 bulan baru panen, kalau padi mungkin sudah 2 kali panen. Mana risiko yang paling kecil petani pasti tanam. HPP tidak perlu terlalu tinggi yang penting produktivitas gula terus meningkat," cetusnya.
Sebelumnya Dewan Gula Indonesia (DGI) juga mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) kenaikan harga Patokan Petani (HPP) gula 2014 jadi Rp 9.500/kg. Usulan ini naik sekitar 17% dari HPP 2012 dan 2013 yang hanya Rp 8.100/Kg.
(wij/hen)