Pada Kamis 3 Mei 2014 lalu, Philip Morris mengumumkan rencana tutup salah satu pabrik di Moorabbin, Victoria, setelah 60 tahun beroperasi. Ini merupakan buntut dari aturan pembatasan ekspor yang dikeluarkan pemerintah setempat.
Sebanyak 180 orang tenaga kerja dari produsen rokok merek Marlboro tersebut dipastikan akan kehilangan pekerjaannya. Kondisi perusahaan mulai memburuk sejak diberlakukannya undang-undang kemasan polos untuk produk rokok pada Desember 2012 oleh pemerintah Australia.
Pabrik ini akan ditutup pada akhir tahun 2014. Basis produksi rokoknya akan dipindahkan ke Korea Selatan. Hanya dua hari berselang, perusahaan asal AS ini kembali mengumumkan rencana tutup pabrik, kali ini yang berlokasi di Belanda.
Seperti dikutip dari AFP, Senin (18/5/2014), rencana penutupan pabrik di Belanda ini akan membuat 1.230 karyawannya kehilangan pekerjaan. Alasan penutupan ini adalah penurunan penjualan yang drastis.
Produsen rokok ini menyatakan dalam 4 tahun terakhir ini penjualannya turun 20%, dan menyalahkan krisis keuangan yang terjadi. Krisis membuat orang memilih untuk membeli rokok yang lebih murah.
Pabrik yang akan ditutup berada di Bergen op Zoom, yang mengekspor rokok ke sejumlah negara di Eropa dan Jepang.
Philip Morris melalui anak usahanya di Indonesia, PT Philip Morris Indonesia, menguasai 98,18% saham HM Sampoerna. Hanya 1,82% atau sekitar 79,8 juta lembar saham HMSP saja yang beredar di lantai bursa.
Pekan lalu, HM Sampoerna menyatakan siap bagi-bagi dividen senilai Rp 10,6 triliun, atau setara Rp 2.430/lembar. Atas kepemilikan sahamnya di HM Sampoerna, Philip Morris dapat bagian Rp 10,4 triliun.
(ang/ang)











































