Penutupan pabrik yang berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 4.900 karyawan tersebut bukan hal tiba-tiba namun telah ada prosesnya sejak 2 tahun lalu. Ia mengatakan kondisi tersebut memang tidak dikehendaki oleh siapa pun termasuk pemerintah, namun tidak bisa dihindari.
"Itu yang tidak saya harapkan, tapi tak bisa dihindarkan karena memang penurunan volume produksi mereka yang terus menerus turun selama 2 tahun menciutkan produksinya," ungkap Hidayat saat menghadiri upacara serah terima jabatan (sertijab) Menko Perekonomian di Jakarta, Senin (19/5/2014)
Hidayat membantah penyebab tutupnya pabrik tersebut karena aturan pemerintah yang tidak berpihak pada industri tembakau dan rokok. Ia beralasan penurunan pasar terjadi hanya di industri rokok sigaret kretek (SKT), bukan industri rokok secara umum.
Dalam jangka panjang, pemerintah memang menyiapkan roadmap untuk pengaturan produksi rokok agar tetap terkendali.
"Kami memang membuat roadmap untuk jangka panjang sampai dengan 2025, tapi dimulai 2015 nanti. Dengan mengatur produksinya supaya nggak terus meningkat," jelasnya.
Road map industri rokok bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat. Menurutnya, tidak mungkin secara langsung konsumsinya dihapuskan, dan mesti dilakukan secara perlahan.
"Kita akan buat konsumsi itu di manage khusus rokok. Tapi kita tidak ingin menghapuskan itu sekaligus. Karena kasihan pabrik rokok kan," kata Hidayat.
(mkl/hen)











































