Misalnya Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro. Ia mengatakan pelaku industri gula berharap presiden baru memiliki rencana yang jelas di dalam pengembangan ketahanan pangan khususnya sektor gula. Industri gula di dalam negeri harus diperkuat.
"Mudah-mudahan Pak Jokowi atau Pak Prabowo punya komitmen khusus untuk implementasikan janji politiknya untuk lindungi petani dan pangan nasional dari produk yang dihasilkan seperti gula," kata Ismed kepada detikFinance di Kantor Pusat RNI, akhir pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya gula rafinasi harusnya hanya untuk industri, namun faktanya dijual bebas atau merembes hingga ke pasar-pasar konsumen. Akibatnya harga gula tebu (GKP) hasil produksi dari tebu petani, menjadi anjlok karena harga gula rafinasi yang lebih murah.
"Apakah memang ketahanan gula nasional dengan impor gula rafinasi atau kita ingin bangun gula nasional yang berdaulat. Harapan saya ke Pak Jokowi atau Pak Prabowo agar mau komitmen implementasikan gagasan untuk kedaulatan pangan basiskan petani tebu," katanya.
Pesan lain yang disampaikan adalah pembangunan pabrik gula dan pembukaan lahan tebu baru. Selama ini, pasokan gula nasional sangat tergantung pada pabrik gula yang berlokasi di Pulau Jawa.
Padahal kondisi pabrik sudah semakin uzur alias menua sudah berumur seratus tahun lebih. Ditambah lagi area perkebunan tebu milik petani dan perseroan semakin menyempit.
Untuk mencapai kedaulatan gula nasional setidaknya diperlukan pembangunan 20 pabrik gula baru dengan kebutuhan lahan sebanyak 600.000 hektar.
"Kebutuhan kita 20 pabrik yang kita bangun dengan kapasitas minimal 6.000 TCD. Berarti kalau kita harus bangun 20 pabrik kali 30.000 hektar. Itu kita butuh 600.000 hektar," ujarnya.
(feb/hen)











































