Ekspresi Harkhand Somen, 43 tahun, analis di Bombay Stock Exchange, terlihat sumringah saat ditanya soal perkembangan industri teknologi informasi di Indonesia. Menurut bapak dua anak itu, saat ini di India terdapat ribuan perusahaan pembuat perangkat lunak teknologi informasi.
Dari jumlah tersebut ratusan di antaranya berada di Chennai, ibu kota negara bagian Tamil Nadu. Kota itu, kini berjuluk Silicon Valley India. “Kota ini bukan hanya kebanggaan bagi kami, tetapi juga harapan masa depan,” tuturnya saat ditemui di Hotel IT Gateway, Chennai, India, akhir pekan lalu.
Kota yang sebelum akhir dekade 1990-an masih tertidur dan hanya sibuk dengan aktivitas penangkapan ikan di laut itu, kini telah berubah. Dia kini menjadi kota terbesar kedua dalam hal ekspor perangkat lunak dan teknologi informasi lainnya di India.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dalam lima tahun terakhir hampir dua digit. Kontribusinya ke total ekspor IT nasional cukup besar,” ucapnya.
Pada 2002, dia melanjutkan, total nilai ekspor produk IT India mencapai US$ 2,7 miliar. Satu dasawarsa kemudian, atau 2012, nilai ekspor telah mencapai sekitar dua kali lipat.
“Pasar ekspornya ke Eropa, Amerika, dan Asia. Tentunya, termasuk Indonesia,” papar pria yang mengaku kerap bertandang ke Jakarta itu.
Moncernya industri IT India tak lepas dari mimpi besar pemerintah dan pemimpin negeri berpenduduk hampir dua miliar jiwa itu. Geliat industri ini mulai aktif saat Perdana Menteri Narasima Rao, membuat menjalankan kebijakan ekonomi pasar bebas.
Narasima yang membuka pintu lebar-lebar bagi investasi asing, juga berkomitmen mendukung upaya pengembangan teknologi informasi bagi negerinya. Dan gayung pun bersambut, anak-anak muda cerdas India yang memiliki kepandaian di bidang IT dan merantau ke Amerika Serikat, pada dasawarsa 80-an, pulang kampung.
“Mereka terpanggil dan tertantang mengembangkan IT di negerinya,” ujar Ravy.
Walhasil, pada awal dekade 90-an, kota industri di India berubah wajah. Industri IT telah tumbuh subur bak jamur di musim hujan.
Beberapa kota besar di India antara lain di negara bagian Bangalore dan Andhra Pradesh terus berkembang menjadi tempat yang subur bagi berkembangnya industri IT. Sekitar 1,5 juta orang di India bekerja di sektor ini.
Kini, nama-nama beken produsen peranti IT dari India seperti Infosys Technologies, National Institute of Information technology, Aptech Software Solution, Satyam Computer, Tata Infitech, Wipro, BFL Software, Polaris Financial Technology, dan lain-lain bukanlah nama yang asing di telinga masyarakat dunia. Kinerja mereka pun terus menanjak.
“Terbukti, kapitalisasi saham sektor perusahaan IT di Bursa Saham Bombay mencapai sekitar 17%,” kata Ravy.
Seksinya saham perusahaan IT itu tak lepas dari kerja keras mereka. Salah satu perusahaan yang disambangi detik.com bersama dua media lainnya adalah Polaris Fimancial Technology. Perusahaan ini didirikan pada 1993 oleh Ravi Dehariya.
Saat perusahaan tersohor Citigroup masuk India, Polaris digandeng sebagai mitranya. Pada 2013 lalu, Polaris meresmikan pusat desain, yakni 8012 FT Design Center di kawasan IT Highway di Chennai.
Di kantor pusat desain yang berdiri di atas lahan 30 ribu meter persegi itu juga terdapat kampus Polaris. “Kampus ini disiapkan bagi mitra pengguna produk Polaris yang mengirimkan karyawan mereka untuk belajar tentang teknologi produk itu,” kata Vira Soekardiman, Vice President & Country Director – Indonesia, Polaris Financial Technology.
Pembelajaran itu diberikan, kata Vira, karena Polaris memberikan layanan yang bersifat customize kepada konsumen. “Polaris sangat terbuka dengan kebutuhan dan keinginan mitra. Sehingga, kami berusaha mendengar dan memahami keinginan dan kebutuhan mereka,” paparnya.
Nuansa serius namun kekeluargaan terlihat di dalam ruang kantor. Terlihat anak-anak muda dari berbagai penjuru India bergabung menciptakan formulasi software baru untuk dijajakan di pasar. Mereka terlihat serius namun nuansa kekeluargaan sangat menonjol.
“Tugas utama bidang desain adalah mengenali kebutuhan konsumen agar lebih efisien, berkembang, dan mampu menciptakan laba,” tutur Rajesh Kuppuswamy, Chief Design Officer Polaris Financial Technology serius.
Dengan prinsip seperti itu, Rajesh melanjutkan, langkah pertama yang dilakukan Polaris saat berhadapan dengan mitra atau konsumen adalah mengenali dulu kebutuhan mereka. “Karena itu, komunikasi adalah hal yang sangat penting. Kami mempersilahkan konsumen memilih produk yang diinginkannya,” kata dia.
Bahkan pria dengan suara bariton ini tak sungkan-sungkan mengakui, pihaknya banyak belajar dari perusahaan top dunia dalam menangani dan memahami keinginan konsumen. Dia belajar dari raksasa IT Amerika Serikat, Apple, tentang cara menciptakan peluang dan kemudahan menggunakan produk.
Polaris juga menempuh cara yang digunakan Honda Motor Company, Jepang, dalam hal kualitas produk. Sementara untuk produk yang berkualitas, mudah dan nyaman, serta berbanderol murah, Polaris belajar dari perusahaan furnitur IKEA.
Menurut Rajesh, perusahaan itu mampu memberikan produk dengan tiga keunggulan itu karena melibatkan konsumen dalam produksi. Bahkan, kata dia, pelanggan secara sukarela datang ke toko Ikea, memilih sendiri, membawa sendiri produk yang dibelinya ke rumah mereka.
“Bahkan mereka merakitnya sendiri. Ini membuat biaya lebih efisien,” ujarnya.
Hanya, menjadikan perusahaan lain sebagai contoh juga diikuti riset dan pengembangan, termasuk pembelajaran karyawan yang terus menerus. Sinergi, dan komunikasi dengan menonjolkan aspek kekeluargaan dibangun di antara mereka. “Itu kunci kami,” imbuhnya.
Pernyataan Rajesh itu menegaskan pernyataan Arun Jain, Executive Chairman Polaris Financial Technology. Arun mengatakan, perusahaannya sangat peduli kepada kegiatan riset dan pengembangan. Itu dilakukan, karena Polaris ingin memberikan produk bukan hanya sesuai kebutuhan dan keinginan, tetapi juga bagian dari pelanggan.
“Kami selalu memberikan anggaran cukup besar untuk riset dan pengembangan,” ucapnya tanpa merinci angkanya.
Strategi Polaris itu cukup tokcer. Terbukti – meski tak bersedia menyebut angka – Arun mengaku pertumbuhan bisnis Polaris selalu dua digit sepanjang enam tahun terakhir.
(ang/ang)