Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng punya cerita menarik soal pembenahan maskapai BUMN PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sejak zaman pemerintahan Soeharto. Tanri yang ditunjuk Soeharto menjadi Menteri BUMN saat itu diminta untuk memberantas mafia yang ada di Garuda.
Ceritanya dimulai ketika Soeharto mengundang Tanri yang kala itu masih menjabat sebagai Komisaris Group Bakrie, untuk mengurus 150 BUMN.
"Waktu itu Pak Soeharto pada 15 januari 1998 menandatangani nota kesepahaman dengan IMF. Indonesia mendapat utang US$ 45 juta. Tidak lama beliau memanggil saya, jadi saya menghadap Pak Harto. Dia mengatakan begini, anda mengerti soal BUMN. Saya punya 150 BUMN tapi nilainya kecil. Saya ingin tingkatkan nilainya kemudian sebagian saya jual untuk bayar utang. Begitu awal perjumpaan saya dengan Pak Harto," cerita Tanri dalam acara peluncuran buku 'Transformasi Garuda: From One Dollar to Billion Dollars Company' di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (4/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengisahkan, pekerjaan pertama kala itu adalah mengurus Garuda yang secara keuangannya sudah bisa dikatakan bangkrut. "Beliau (Soeharto) itu minta saya masuk kejajaran kabinetnya di kementerian pemberdaayaan BUMN. Tugas pertama saya selamatkan Garuda Indonesia," tuturnya.
Atas tugas pertamanya tersebut, Tanri memutar otak dan menelurkan sejumlah jalan keluar yang dapat diambil untuk menyelamatkan Garuda. Langkah pertama yang diambil, adalah mengganti Direktur Utama Garuda. Tanri percaya, untuk melakukan perubahan sebuah lembaga, maka langkah paling mendasar adalah mengganti orang nomor satunya.
Saat memikirkan hal ini, Tanri mengaku was-was lantaran Dirut Garuda kala itu adalah bekas Ajudan sang Presiden itu sendiri.
Di luar dugaan, Presiden Soeharto justru menyetujuinya. "Justru dia bilang kenapa hanya Dirut yang diganti. Sekalian saja diganti seluruh direksinya. Di sana ada mafia yang sudah 7 tahun. Jadi harus diganti semua," cerita Tanri.
Meski mengantongi izin dari Soeharto, eksekusi rencana penggantian ini rupanya bukan perkara sederhana lantaran yang dihadapi adalah mafia. Namun Tanri tak kehabisan akal, dan mencari koleganya yang cukup berani dan cerdas untuk menghadapi mafia ini.
"Saya langsung hubung kawan saya Robby Djohan beliau yang cukup gila untuk menghadapi mafia-mafia itu, jadi saya percayakan ke dia," tuturnya.
Namun, Robby tak serta merta menerima tawaran tersebut. Robby menyampaikan dua syarat, yakni hanya bekerja 6 jam per hari dan seluruh kewenangan menunjuk direksi diserahkan padanya.
Setelah memenuhi syarat tersebut, Garuda mulai berbenah. Langkah pertama adalah menggalang dana dengan mencari investor potensial agar maskapai ini dapat bernafas. Dimulailah cerita Garuda sebagai perusahaan senilai US$ 1.
"Saya bilang ke Robby, kamu cari investor supaya ada investor masuk kita enggak ada duit. Dia datang ke saya bilang kalau Garuda hanya dihargai US$ 1. Untuk perusahaan yang negativ equity, nilai US$ 1 itu sudah sangat bagus kata Robby," cetita Tanri.
Dari situlah, akhirnya Tanri bersama Robby dan jajaran direksi yang sudah dibentuknya bertekad untuk meningkatkan nilai perusahaan. Jalan pertama adalah menggagalkan 8 kontrak berbau KKN dengan nilai yang cukup besar.
Setelah itu, tim lantas mencari sosok untuk menduduki jabatan sebagai Direktur keuangan. Tanri pun merelakan sekretaris kementerian yakni Ghani untuk jadi anak buah Robby di Garuda Indonesia.
Langkah itu berhasil, hingga membawa garuda kembali mampu mengepak sayapnya. Perkembangannya pun diwarnai lika-laku hingga akhirnya Emirsyah Satar bergabung dengan maskapai ini hingga sekarang dan membawanya menjadi perusahaan miliaran dolar (Billion Dollars).
"Air mata saya keluar tatkala mau IPO, 1 dollar dan sekarang setelah 13 tahun kemudian jadi 1 billion dollars," ucap dia.
(dnl/dnl)