Jika ini dibiarkan tanpa campur tangan pemerintah maka maskapai RI akan berguguran alias gulung tikar. Apalagi pada akhir 2015 akan diberlakukan liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara (ASEAN Open Sky). Lantas apa solusinya?
Maskapai RI yang tergabung di Indonesia National Air Carriers Association (INACA) berpandangan harus ada deregulasi dari pemerintah untuk tarif sebagai solusi pelemahan kurs dolar dan mahalnya harga avtur. Untuk rute-rute gemuk, maskapai RI mengusulkan tarif batas atas ditiadakan dan dibiarkan sesuai mekanisme pasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tarif batas atas dicabut, maskapai tidak serta merta akan menaikkan tarif dengan sesukanya. Pasalnya pada rute-rute gemuk telah terjadi persaingan harga yang sehat.
Selama ini, maskapai RI dibantu dengan padanya pemberlakukan tambahan biaya ke tiket (surcharge) akibat gejolak kurs dan mahalnya harga avtur. Namun kenaikan tersebut tidak cukup membantu. Pasalnya ketentuan kenaikan yang diputuskan pemerintah relatif kecil.
"Sudah ada yang namanya surcharge tapi itu nilainya 10%. Belum bisa menutup kenaikan biaya akibat dolar. Minimal ada kenaikan 20% lah," jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, Arif bercerita tentang beban maskapai RI karena pengaruh kurs. Maskapai harus membayar biaya perawatan, asuransi hingga sewa pesawat lebih mahal akibat kurs rupiah melemah.
Alhasil adanya penghapusan tarif batas atas untuk rute gemuk sampai kenaikan surcharge bisa mengurangi beban maskapai karena pelemahan nilai rupiah.
"Leasing cost atau rental pesawat. Itu sudah terpengaruh dolar. Kemudian maintenance reserve kemudian insurance. Itu sangat bergantung terhadap dolar," jelasnya.
(feb/ang)











































