Kasihan, 1.300 Karyawan Pabrik Gula Ini Digaji dengan Gula Pasir

Kasihan, 1.300 Karyawan Pabrik Gula Ini Digaji dengan Gula Pasir

- detikFinance
Rabu, 15 Okt 2014 16:19 WIB
Foto: Ilustrasi Pabrik Gula
Mojokerto - Dampak tidak lakunya gula hasil produksi tahun ini, Pabrik Gula (PG) Gempol Krep kesulitan membayar gaji ribuan karyawannya. Akibatnya, PG yang tergabung dalam PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X itu, terpaksa membayar gaji 1.300 karyawan dengan gula pasir.

Humas PG Gempol Krep, Samsu menjelaskan, saat ini baik petani tebu dan PG kesulitan melelang gula hasil produksi pada musim giling tahun ini, yang mencapai lebih dari 85 ribu ton. Padahal agar cepat laku, petani dan PG terpaksa melelang gula mereka dengan harga sangat rendah, yakni Rp 8.150 per kg.

Meski harga tersebut jauh dari harga minimal yang ditetapkan pemerintah Rp 8.500 per kg, gula para petani tebu dari Mojokerto, Jombang dan Lamongan itu tidak juga laku. Harga gula petani lokal masih kalah bersaing dengan gula impor. Pemilik modal lebih memilih gula impor dengan harga lebih murah dibandingkan gula petani lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami lelang seharga Rp 8.150 saja tidak laku-laku, padahal petani kami sudah rugi dengan harga segitu, kalau tidak cepat laku, kami tidak ada dana untuk perputaran produksi," ungkapnya kepada detikfinance, Rabu (15/10/2014).

Akibatnya, menurut Samsu, selain petani mengalami kerugian, PG juga mengalami kesulitan keuangan untuk membayar gaji 1.300 karyawan mereka. Gaji setiap karyawan PG yang tergabung dalam PT Perkebunan Nusantara X ini paling rendah, sesuai dengan upah minimun kota (UMK) Kabupaten Mojokerto Rp 2.050.000 per bulan.

"Kami terpaksa membayar jasa karyawan dengan gula pasir, dalam 30 tahun terakhir, baru kali ini jasa karyawan dibayar dengan gula pasir," ucap Samsu, Humas PG Gempol Krep kepada detikcom, Rabu (15/10/2014).

Namun, Samsu mengaku belum menentukan jumlah gula yang bakal diterima setiap karyawan. "Banyaknya gula belum kita hitung, masih kita negosiasikan dengan karyawan," ungkapnya.

Selain mengharapkan uluran tangan pemerintah untuk menutup kran impor gula rafinasi, pihaknya menerapkan metode mekanisasi pertanian tebu untuk menekan biaya produksi. Antara lain dengan menggunakan mesin saat menanam tebu, perawatan hingga penebangan.

Dari 33 koperasi petani tebu rakyat (KPTR) di wilayah Mojokerto, Jombang dan Lamongan yang menyuplai tebu ke PG Gempol Krep, baru 10% yang telah melakukan mekanisasi. Samsu menargetkan, 3 tahun ke depan, seluruh petani yang menggarap sekitar 13 ribu hektar lahan tebu di tiga wilayah tersebut bisa menerapkan metode mekanisasi itu.

"Meski biayanya tak sedikit, ini untuk menekan biaya produksi agar harga gula kita bisa bersaing dengan gula impor, apalagi ketersediaan tenaga kerja di lahan pertanian semakin minim," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, maraknya gula impor yang menyerbu pasar Indonesia, disinyalir membuat harga gula petani kian anjlok. Dampaknya, 85 ribu ton gula pasir hasil produksi Pabrik Gula Gempol Krep sulit terjual. Padahal saat ini harga jual gula petani tebu PG Gempol Krep anjlok menyentuh angka Rp 8.150 per kg.

Pada musim giling tahun ini, PG yang tergabung dalam PTPN X itu menyerap 10,8 juta kwintal tebu petani di 3 daerah tersebut. Dengan rendemen 7,96%, gula yang dihasilkan PG Gempol Krep mencapai 85,968 ton.

Sayangnya, hasil produksi sebesar itu, gula yang telah dilelang PG yang menaungi 33 Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) itu baru mencapai 250 ton saja. Dengan harga lelang hanya Rp 8.150 per kg, menurut Samsu, ribuan petani tebu yang tergabung dalam 33 KPTR di wilayah Mojokerto, Jombang dan Lamongan mengalami kerugian.

Selain itu, PG terancam tak bisa melanjutkan proses giling. Pasalnya, stok gula petani yang belum laku terjual, membuat gudang PG Gempol Krep tak mampu menampungnya. Sementara tebu petani yang belum tergiling menyisakan 3 juta kwintal.

(dnl/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads