Supaya impor gula bisa memenuhi kebutuhan dan tidak disalahgunakan, maka mekanisme impor gula diatur oleh pemerintah. Salah satunya melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula yang ditandatangani oleh Rini Soemarno, sebagai Menteri Perdustrian dan Perdagangan saat itu.
Β
Impor gula harus dikontrol ketat, supaya neraca gula produksi dalam negeri dan impor harus seimbang dan memenuhi kebutuhan gula rumah tangga (gula kristal putih) dan kebutuhan gula industri mamin (gula rafinasi). Jika tidak seimbang karena penyalahgunaan, maka muncul masalah besar di lapangan seperti sekarang ini.
Gula rafinasi berlimpah dan merembes ke pasar memakan pasar gula kristal putih konsumsi produk petani dan pabrik gula lokal. Dampaknya produksi kristal gula putih nasional terganggu. Harga jatuh dan produk menumpuk di gudang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika supply dan demand seimbang, keuntungan kelompok ini sangat dasyat, tetapi saat ini harga gula putih jatuh, mereka rugi besar dan dana pinjaman bank terancam macet, seperti yang terjadi saat ini.
Pabrik gula kristal putih menghadapi banyak kendala, antara lain harga pokok produksi (HPP) gula kristal putih lokal selalu lebih mahal daripada harga gula kristal putih impor dari Thailand atau Vietnam. Hal ini terjadi karena rendahnya rendemen gula Indonesia (hanya sekitar 6%) dibanding dengan rendemen pabrik gula di Vietnam atau Thailand sekitar 13%.
Masalah Pergulaan Yang Tak Kunjung Selesai
Hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan gula, padahal negeri ini sempat menjadi raja gula dunia di zaman kolonial. Awalnya gula putih konsumsi langka di pasaran karena gagal panen akibat cuaca atau rendemen di pabrik gula rendah (sekitar 6%), atau kelompok pedagang besar gula kristal putih menahan stok, karena harga di pasar sedang rendah di bawah HPP.
Krisis gula juga terjadi ketika industri mamin kekurangan gula rafinasi produk lokal. Untuk itu biasanya pemerintah menanggulanginya selalu dengan menerbitkan kebijakan izin impor gula kasar/raw sugar atau gula rafinasi. Kemudian pasar gula stabil.
Namun tidak lama lagi pasar akan dipenuhi oleh gula rafinasi yang bocor, dan berasal dari industri/importer gula atau distributor atau usaha kecil menengah mamin. Akibatnya distributor, petani dan pabrik gula kristal putih kembali mengalami krisis dan mengancam akan membuang gula ke jalan, atau ke kantor Kementrian Perdagangan di Jakarta.
Sebagai contoh, harga gula nasional pada minggu kedua Oktober 2014 masih berada di bawah harga dasar petani. Pada lelang 30 September 2014 di pabrik gula (PG) Candi Baru terbentuk harga Rp 8.250/kg dengan pembelian sebanyak 737 ton. Akibatnya ratusan ribu ton gula tertahan di gudang pabrik-pabrik gula tidak bisa dijual, karena rendahnya harga jual gula kristal putih di pasar jauh dibawah HPP.
Bocornya gula rafinasi ke pasar-pasar, mini market dan pasar swalayan tak lepas dari kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Surat keputusan Menteri Perdagangan (SK Mendag) No.111/2009 tentang Petunjuk Pendistribusian Gula Rafinasi.
Kebijakan yang ditandatangani oleh mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu ini membolehkan 25% gula rafinasi dijual ke pasar umum. Siapa yang akan mengawasi, apakah kebocoran gula rafinasi maksimum 25% ? Belum lagi masuknya gula impor illegal yang belum bisa sepenuhnya dicegah oleh Bea dan Cukai.
Dalam kondisi seperti itu, dipastikan pemerintah akan kembali menerbitkan kebijakan larangan atau pengurangan impor gula. Saya jamin tidak lama lagi siklus krisis gula akan kembali. Begitu seterusnya, tanpa pemerintah dapat menghentikan dan move on untuk swasembada gula.
Β
Selama ini, ketika ada masalah pergulan pemerintah akan menyelesaikannya dengan permasalahan, bukan dicari dan diselesaikan penyebabnya. Jika model penanganannya seperti ini, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan bisa swasembada gula seperti zaman kolonial. Apa yang salah? Bisakah Indonesia keluar dari krisis gula yang berulang? Harus bisa. Caranya?
Beberapa Langkah Yang Dapat Dilakukan Oleh Pemerintah
Beberapa langkah di bawah ini dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan secara bertahap oleh pemerintahan baru di bawah kendali Presiden Joko Widodo. Pertama perlu adanya regulasi yang dapat menjamin ketersediaan lahan tebu produktif, dan pabrik gula dengan sistem manajemen produksi yang lebih baik, sehingga ketersediaan bahan baku dan kualitas hasil giling terjamin.
Kedua, perlu dilakukan revolusi pengembangan varietas unggul bibit tebu. Komposisi varietas kurang berimbang terutama varietas masak awal yang masih sedikit. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) yang tugas utamanya adalah mencari bibit tebu unggulan, masih menggunakan bibit tetua POJ 2878, sebagai cikal bakal persilangan bibit, yang sudah ada sejak zaman kolonial (sekitar tahun 1923) lalu.
Β
Hingga hari ini, Indonesia belum menemukan varietas baru bibit tebu unggulan. Padahal anggarannya selalu tersedia setiap tahun di APBN. Pantas saja rendemennya pabrik gula di Indonesia hanya sekitar 6%. Artinya rendahnya rendemen pabrik gula Indonsia bukan semata-mata karena pabrik yang tua, tetapi persoalan utamanya kita tidak punya varietas tebu yang bisa menghasilkan rendemen di atas 12%.
Ketiga, pemerintah juga harus menerbitkan kebijakan baru terkait dengan pengembangan areal tanaman tebu, yang selama ini terkendala persaingan dengan komoditi lain. Diperlukan prioritas dan ketegasan pemerintah.
Keempat, pemerintah harus menyediakan anggaran yang cukup untuk penelitian dan pengembangan varietas tebu secepatnya. Tenaga ahli kita cukup banyak untuk menemukan varietas baru. Berdayakan dan restrukturisasi P3GI supaya lebih bergigi dan berprestasi melalui anggaran yang mendukung bukan anggaran basa basi.
Terakhir, perlu juga ada kebijakan yang menunjuk sebuah lembaga (misalnya Bulog) yang akan berfungsi sebagai penyangga, termasuk mengendalikan impor, baik gula kristal putih maupun gula rafinasi. Kita tunggu kiprah Menteri Perdagangan yang baru.
Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).
(dnl/dnl)











































