Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang mengatakan omzet bisnis jamu di dalam negeri masih jauh dari potensi yang ada. Ia mengatakan potensi pasar jamu di dalam negeri sangat besar bisa mencapai Rp 80 triliun/tahun.
"Tapi pada kenyataannya untuk jamu minum saja hanya Rp 3 triliun (20%). untuk seluruh produk jamu itu totalnya sekarang masih Rp 15 triliun," kata Charles di acara seminar dan peringatan 6 tahun Jamu brand Indonesia "Jamuku Indonesiaku: Menghargai Warisan Budaya untuk Kemakmuran Bangsa" di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (26/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih banyak potensi besar jamu yang harus di kembangkan," katanya.
Kenaikan omzet industri jamu nasional sudah terjadi sejak 2006. Puncaknya terjadi di 2010 silam yang nilainya naik dari Rp 8,5 triliun menjadi Rp 10 triliun. Sementara produk jamu yang paling laku di pasaran adalah dalam bentuk ekstrak dan aromaterapi.
Data Kementerian Perdagangan Indonesia mencatat nilai impor obat tradisional dan herbal sepanjang 2011 mencapai US$ 40,5 juta. Amerika, Malaysia, dan Korea Selatan menjadi tiga negara terbesar pemasok obat tradisional dan herbal di pasar domestik.
Sayangnya potensi ini kurang digarap oleh pemerintah. Beberapa peraturan justru menghambat pertumbuhan industri jamu tradisional. Misalnya persyaratan agar produk jamu tradisional harus higienis. Padahal industri ini juga menghadapi keterbatasan fasilitas produksi.
Masalah lainnya, soal pemanfaatan tanaman obat yang menjadi komposisi pembuatan jamu ada lima fokus tanaman obat yang perlu mendapat perhatian yakni temulawak, kencur, jahe, sambiloto, dan pegagan.
(hen/hds)