Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan menjelaskan sektor industri memerlukan pasokan garam khusus per tahun sebesar 1,9-2,1 juta ton.
Menurut perhitungan Kemendag, kebutuhan garam industri diserap oleh industri pulp and paper (bubur kertas dan kertas) sebesar 70%, industri pertambangan (CAP) 20% dan sisanya seperti farmasi dan aneka industri pakan sebesar 10%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebutuhan garam konsumsi (rumah tangga) yang seharusnya bisa dipenuhi dari produksi garam lokal pada kenyataannya juga harus diimpor. Tahun 2010-2011 dengan jumlah kebutuhan garam konsumsi 1,4-1,6 juta ton, sedangkan produksi garam lokal hanya 30.000 ton akibat anomali cuaca. Saat itu Indonesia mengimpor garam dalam jumlah cukup banyak.
Menurut Partogi urusan garam di dalam negeri ditangani oleh 3 kementerian yaitu kementerian kelautan dan perikanan (KKP), kementerian perindustrian (Kemenperin) dan kementerian perdagangan (Kemendag). KKP mengurusi produksi garam petani lokal, sementara Kemenperin menghitung kebutuhan industri, dan Kemendag mengeksekusi izin impor garam.
"Jadi kita bukan suka mengimpor. Tetapi akan mengimpor apabila dibutuhkan sekali dan tidak ada spek-nya di sini atau gagal panen untuk garam konsumsi," jelasnya.
Ia menegaskan pihaknya tidak mudah memberikan izin rekomendasi impor garam. Partogi mengungkapkan importasi garam dilakukan karena produksi garam di dalam negeri tidak cukup dibandingkan jumlah kebutuhannya.
"Kemendag tidak suka impor dan akan mengimpor kalau (kebutuhan) tidak cukup," ungkapnya.
(wij/hen)