Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mempermasalahkan rembesan gula rafinasi di tahun 2014. Ia menyampaikan data-data soal impor gula.
Pada periode Januari-Juli 2014 tercatat impor raw sugar sebesar 1,7 juta ton. Dari jumlah tersebut, jumlah yang disalurkan kepada industri makanan dan minuman sebesar 1,588 juta ton (88,84%), sedangkan sisanya sebesar 199.500 ton (11,16 %) terindikasi tidak sesuai peruntukan atau diduga bocor ke pasar umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan permintaan 11 pabrik gula rafinasi di dalam negeri yang mempunyai kapasitas terpasang 5,1 juta ton gula per tahun. Namun selain itu ada permintaan impor raw sugar untuk 5 perusahaan yang kapasitas produksi yang menganggur atau idle capacity mencapai 775.000 ton.
"Hal yang mengagetkan ada permohonan impor raw sugar di tahun 2015. Total ada 5 perusahaan pabrik gula idle capacity dengan jumlah permintaan 755.000 ton. Ini cukup untuk membanjiri pasar kita," tekannya.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua APTRI lainnya Soemitro Samadikoen. Ia mengungkapkan akibat rembesan gula rafinasi impor, harga lelang gula di tingkat petani anjlok setiap tahunnya.
"Potensi ini akan merugikan kita. Tahun 2012 harga lelang tertinggi kita Rp 11.800/kg, terendah Rp 9.250/kg. Di tahun 2013 harga lelang tertinggi hanya Rp 10.250/kg, terendah Rp 8.200/kg. Nah di tahun 2014 harga lelang tertinggi hanya Rp 8.250 terendah Rp 7.500/kg," katanya.
Para petani tebu atas rembasan gula rafinasi dibantah oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Yamin Rahman. Yamin mengungkapkan permasalahan sektor pergulaan di dalam negeri memang kompleks namun bukan berarti semua disalahkan kepada industri rafinasi di dalam negeri.
"Gula rafinasi ini ada karena permintaan pasar. Permintaan tergantung industri mamin (makanan minunam). Ada 11 pabrik rafinasi katanya kapasitas terpasang 5,1 juta ton, bukan ini hanya izinnya saja berdasarkan audit Kemenperin hanya 3,6 juta ton," katanya.
Selain itu, tuduhan atas rembesan gula rafinasi seharusnya tidak saja dilayangkan kepada industri mamin. Impor raw sugar atau gula mentah juga diperuntukan bagi industri idle capacity dan MSG. Justru ia mengatakan rembesan gula banyak dilakukan perusahaan gula yang kapasitas produksinya menganggur.
"Kalau rafinasi jelas untuk industri mamin, tetapi idle capacity ini besar sekali dan harusnya berbasis tebu tetapi kok impor raw sugar dan dijual ke pasar," katanya.
Perdebatan ini ditengahi oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain. Zulkarnain menegaskan data gula di Indonesia bermasalah.
"Data di republik ini banyak bermasalah, tidak hanya gula saja tetapi juga data kemiskinan. Pelaku usaha kita harapkan integritas bisa didorong," katanya.
Ia berharap agar ada perbaikan data baik data produksi, permintaan dan kebutuhan impor yang bisa dilakukan oleh 3 kementerian yaitu kementerian perdagangan (kemendag), kementerian perindustrian (kemenperin) dan kementerian pertanian (kementan).
"Kemendag dalam beberapa waktu terakhir cukup terbuka. Lalu harus ada peran serta masyarakat yang paham itu untuk mengawal," katanya.
Selain gula, data soal populasi sapi di Indonesia juga bermasalah. Ia mengatakan ada tindakan curang dari oknum tertentu agar impor sapi bisa dibuka namun harga tetap bertahan tinggi.
"Kementerian terkait harus punya rencana aksi. Seperti daging harganya Rp 100.000 itu perlu kajian dan katanya kebutuhan kurang. Di NTT itu banyak. Jadi izin ke bawah memang harus jelas," kata Zulkarnain.
(wij/hen)











































