Sentra yang berlokasi di Jalan Seratus Gg. Sonton RT 03 RW 02 Lenteng Agung ini dipakai bersama oleh 4 perajin tahu dan 18 perajin tempe di kawasan tersebut.
"Kedelai yang diolah sehari-hari di sini bisa sampai 2 ton (2.000 Kg). 2-3 kwintal (200-300 Kg) diolah jadi tahu, sisanya tempe. Sebab lebih banyak perajin tempe," kata Sungkono, perajin tahu di sentra tahu tempe Primkopti Lenteng Agung, kepada detikFinance, Rabu (26/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya dengan 3 kwintal kedelai bisa menjadi 21.000 potong tahu sedangkan 1,7 ton (1700 Kg) sisanya bisa menjadi 2.550 bungkus tempe. Satu bungkus tempe dihargai Rp 6.000 berisi 6 ons kedelai dan Rp 10.000 berisi 1 kg kedelai. Sedangkan tahu berisi 10 potong yaitu Rp 3.000/bungkus atau Rp 300/potong.
Salah seorang perajin tempe lainnya, Supriyono mampu mengolah 40-50 kilogram kedelai dalam sehari. "Saya biasa olah 40-50 kilo sehari. Itu bisa jadi kira-kira 70 bungkus yang isi 7 ons kedelai. Harganya Rp 6.000 per bungkus," katanya.
Risti, ibu rumah tangga ini suaminya turut menjadi perajin tempe. Bedanya kini Ia punya pekerja karena mengolah lebih banyak dibanding perajin lain dan suaminya berdagang di Pasar Tebet.
"Suami saya jualan di Pasar Tebet. Punya pekerja satu orang. Biasa ngolah 90 kilo atau satu kwintal kurang. Iya lebih banyak dari yang lain soalnya masok juga ke katering sama warung makan," tutur Risti.
Sungkono menjelaskan produksinya dijual langsung keliling dengan motor, di bawa ke pasar atau memasok langganan. "Ini yang tinggal di sini kan ada yang jualan tahu tempe keliling, ada yang jual ke pasar, ada juga yang udah punya langganan," tutur Sungkono.
Perajin tempe di sentra ini merupakan pindahan dari sentra-sentra tahu tempe tradisional seperti Mampang dan Sentiong. Dibangun oleh Kopti (Koperasi Tahu Tempe Indonesia) bekerja sama dengan LSM Asing dan Mer-C.
"Tempat ini dibangun tahun 1990. Dulu Kopti (Koperasi Tahu Tempe) menawarkan ke anggotanya siapa yang mau dipindah ke sentra modern di Tanjung Barat. Saya mau. Dibanding tempat saya dulu di Sentiong bau, kumuh, nafas aja susah. Di sini juga dapat rumah meskipun sewa per bulan," tutur Sungkono.
Sungkono yang berasal dari Pekalongan bersama Supriyono juga rekan lainnya pindah dari Mampang ke Tanjung Barat.
"Di sini bersih, lingkungannya aman ngga ada anak nakal, sudah dibantu alat juga. Kebantu juga ada rumah sewa biayanya cuma Rp 1 juta sebulan. Satu rumah bisa untuk dua keluarga," jelas Sungkono.
(hen/hen)