Waktu itu, Presiden Soeharto menyaksikan langsung pesawat baling-baling bermesin turboprop buatan lokal bisa terbang di langit Bandung, Jawa Barat. N250 versi berikutnya yakni N-250 PA-2 atau diberi nama versi Krincing Wesi diluncurkan Agustus 1996.
Lantas bagaimana kabar si 'Gatot Kaca' dan 'Krincing Wesi'?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, N250 sebentar lagi memasuki fase produksi karena sedang menjalani test flight untuk memperoleh sertifikasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Bila N250 lolos sertifikasi dan tidak disetop maka N250 telah diproduksi massal.

Penerbangan di seluruh negeri seharusnya kini diramaikan oleh N250 namun pesawat sejenis yakni buatan pabrikan asal Eropa, ATR, justru yang mendominasi untuk pesawat komersial baling-baling di atas 50 penumpang di Indonesia.
Kini, N250 karya putra bangsa itu hanya terparkir dan menjadi besi tua di apron PTDI, Bandung Jawa, Barat. Untuk membangkitkan N250, diperlukan investasi minimal US$ 1 miliar atau setara Rp 13,5 triliun karena pesawat yang dirancang era 1990-an itu, harus disesuaikan dengan teknologi pesawat dan kebutuhan pasar saat ini.
Meski N250 tak berlanjut, PTDI siap meluncurkan pesawat terbaru dengan varian lebih kecil dan mampu membawa 19 penumpang pada 10 November 2015. Pesawat in bernama N219, yang akan dimunculkan ke publik atau roll out.
Ide pengembangan N219 adalah PTDI ingin melakukan regenerasi dan transfer ilmu dari insinyur pesawat senior yang pernah terlibat dalam pengembangan N250 kepada insinyur pesawat junior. Apalagi, PTDI hingga kini belum memiliki dan memproduksi pesawat yang asli rancangan sendiri.
(feb/hen)