Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkrindo), Lukman Zakaria, mengungkapkan bahwa harga karet di tingkat petani saat ini sudah di bawah Rp 5.000/kg. Padahal, biaya produksinya sekitar Rp 12.000/kg, artinya petani tekor sedikitnya Rp 7.000/kg, bahkan ada yang rugi sampai Rp 10.000/kg.
"Idealnya di petani Rp 12.000/kg, kalau di bawah itu petani karet nggak makan. Kalau sekarang di petani cuma Rp 5.000/kg, bahkan ada yang di bawah itu. Kita rugi Rp 7.000-Rp 10.000/kg," kata Lukman saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Jumat (4/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesepakatan yang dibuat Menteri Perdagangan Thomas Lembong dengan Malaysia dan Thailand kemarin, yakni peningkatan penggunaan karet di dalam negeri, dinilai sama sekali tidak baru.
"Belum ada realisasinya, baru sebatas retorika, baru rencana, sudah bolak-balik pertemuan, sudah diskusi segala macam dari awal tahun," ucapnya.
Dari sekitar 3,1 juta ton karet yang diproduksi Indonesia setiap tahun, hanya 10%-15% saja yang diserap pasar domestik, sisanya diekspor. Hal ini jauh berbeda dengan di Thailand. Sebab, di Negeri Gajah Putih itu penggunaan karet di dalam negeri sudah mencapai 40% karena besarnya kebutuhan industri otomotif.
Karena itulah dampak jatuhnya harga karet dunia terhadap para petani di Thailand tidak sebesar di Indonesia.
"Sedikit yang kita olah di dalam negeri. Paling 10%-15%, kecil sekali yang dimanfaatkan di dalam negeri. Di Thailand sampai 40%, maka petaninya masih bisa menikmati keuntungan," papar Lukman.
Anjloknya harga karet ini semakin diperberat lagi oleh kebijakan pemerintah yang mengenakan Bea Keluar (BK) sebesar 10% untuk ekspor karet. BK tersebut membuat harga karet di petani semakin tertekan. Lukman meminta pemerintah segera mengevaluasi kebijakan BK itu karena merugikan petani karet.
"Apalagi sekarang kita kena Bea Keluar 10% untuk karet. Semuanya terbebani ke petani. Yang bayar memang eksportir, tapi kan dia memotong ke bawah, berantai sampai yang terakhir petani. Jadi petani yang menanggung," pungkasnya.
Sebagai informasi, kemarin Menteri Perdagangan Thomas Lembong melakukan pertemuan dengan Menteri Pertanian Thailand dan Menteri Perdagangan Malaysia untuk menyikapi kejatuhan harga karet ini. Thailand, Indonesia, dan Malaysia adalah 3 negara produsen karet terbesar dunia yang tergabung dalam ITRC.
Dalam pertemuan tersebut, ketiga negara sepakat meningkatkan penggunaan karet di dalam negeri supaya surplus produksi karet bisa ditekan dan harga karet bisa kembali naik. Untuk Indonesia sendiri, penggunaan karet akan ditingkatkan melalui proyek-proyek infrastruktur seperti jalan raya, irigasi, bendungan, dan sebagainya.
(hns/hns)