RI Bisa Belajar ke Malaysia Tangani Kebakaran Lahan Gambut

Laporan dari Sarawak

RI Bisa Belajar ke Malaysia Tangani Kebakaran Lahan Gambut

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Kamis, 25 Feb 2016 10:08 WIB
Foto: Feby Dwi Sutianto
Serawak - Hampir setiap tahun, Indonesia selalu bermasalah menghadapi kebakaran perkebunan kelapa sawit di atas lahan gambut. Lahan gambut mudah terbakar dan pemadaman berlangsung lama. Kondisi akan terus berulang setiap tahun, bila lahan gambut untuk perkebunan tidak dikelola dengan teknik yang tepat.

Malaysia, produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, telah menerapkan teknik mencegah kebakaran perkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Teknik ini juga mampu menaikkan produktivitas tanaman sawit di lahan gambut.

Caranya, tanah di lahan gambut dilakukan pemadatan menggunakan alat berat sebelum proses penanaman. Saat penanaman, proses pemadatan dilakukan memakai ekskavator. Pemadatan berikutnya dilakukan lagi, 1-2 tahun setelah penanaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, perkebunan Malaysia menerapkan water management seperti pembangunan kanal untuk mengatur kelembaban atau kadar air di lahan sawit saat musim penghujan dan kemarau.

Dengan teknik ini, Malaysia tidak memiliki masalah besar terhadap kebakaran area perkebunan sawit di lahan gambut. Oleh karena itu, Indonesia diminta belajar tentang pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit ke Malaysia.

Hal ini disampaikan oleh Ahli Gambut asal Malaysia, yang juga Director of Tropical Peat Research Laboratoty Unit (TRRL) Malaysia, Dr Lulie Melling, saat berdiskusi dengan awak media asal Indonesia dan rombongan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), di area perkebunan sawit di daerah Miri, Sarawak, Malaysia, Rabu (24/2/2016).

"Kalau kata pepatah tuntutlah ilmu sampai Negeri China, tapi sekarang (Indonesia) belajarlah dari Malaysia dulu," ujar Lulie.

Dengan nada ledekan, ia kerap menjadi korban kiriman asap dari Indonesia yakni datang daerah Kalimantan. Lulie mengaku riset dan pemahaman soal lahan gambut di Indonesia khususnya masih minim, bahkan cenderung dipandang tidak utuh. Akibatnya, ada pemahaman salah tentang pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan.

"Kita workshop, kita turun ke lapangan. Perusahaan, peladang, periset harus turun ke lapangan, percuma kalau LSM dan dosen dia nggak turun. Ini ibarat 6 orang buta melihat gajah. Dia melihatnya dari apa yang dipegang (diketahui saja)," tambahnya.

Pemahaman tentang pengelolaan lahan gambut sangat penting. Apalagi, lahan gambut tropis di dunia mencapai 33-49 juta hektar. Dari jumlah itu, mayoritas berada di Malaysia dan Indonesia.

Pemahaman ini harus didalami oleh orang Indonesia sendiri agar solusinya bisa lebih tepat, bukan dengan mengadopsi ilmu atau rekomendasi barat yang tidak memiliki area lahan gambut tropis di negaranya.

"Dulu gambut digarap dan nggak diminati sehingga jarang diteliti. Termasuk kurang dipahami. Banyak cerita yang tidak benar tentang gambut, padahal gambut tropis adalah kekayaan kita," ujarnya.

Di tempat yang sama, Ahli Gambut asal Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Basuki Sumawinata, menjelaskan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang berada di lahan gambut hampir mencapai 1 juta hektar. Penanganan lahan sawit di lahan gambut menjadi sangat penting, di saat bencana kebakaran terjadi berulang kali sepanjang musim kemarau.

"Kita lahan gambut dimanfaatkan jadi kebun sawit kurang 1 juta hektar. Total lahan gambut ada 18 juta hektar. Pemerintah mengaku 14,5 juta hektar. Ada kecenderungan ingin membentuk opini lahan gambut jangan dimanfaatkan dan gambut jelek. Memang masalah pasti ada tapi saat ada teknologi itu bisa diselesaikan. Nggak mungkin ada masalah, tanpa obatnya," paparnya. (feb/drk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads