"Sudah 149 perusahaan dapat sertifikat ISPO. Hari ini 35 perusahaan dapat pengakuan dari komisi ISPO sesuai laporan auditnya. Tahun ini kita harapkan 200," kata Ketua Komisi ISPO, Herdrajat Natawidjaja, dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Herdrajat menambahkan, sertifikasi ISPO diperlukan agar perkebunan sawit di Indonesia berkelanjutan, tidak merusak lingkungan sekitar. Itulah sebabnya pemerintah mewajibkan semua perusahaan perkebunan sawit mengantongi sertifikat ISPO.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono mengatakan, pihaknya sangat mendukung mandatori ISPO yang dibuat pemerintah. Semua perusahaan perkebunan sawit perlu memenuhi standar-standar yang ditetapkan ISPO agar dapat menghindari kampanye hitam seperti perusakan hutan, pencemaran lingkungan, dan sebagainya.
"Mengenai mandatori ISPO, sejak awal GAPKI mendukung. ISPO langkah berani pemerintah di tengah kegaduhan dan serangan-serangan. Kalau kita hanya menggantungkan pada voluntary, nanti yang sustainable hanya 2-3 perusahaan saja, bukan sawit Indonesia yang sustainable," ujarnya.
Meski demikian, serangan terhadap sawit tak akan hilang begitu saja dengan adanya sertifikat ISPO. Negara-negara lain akan terus mencari cara untuk menghambat masuknya sawit Indonesia. Tapi setidaknya ISPO dapat menjadi salah satu alat untuk menangkis hambatan-hambatan yang dibuat negara lain.
"ISPO itu hanya salah satu instrumen yang kita pakai untuk perdagangan global, bukan satu-satunya. Bukan berarti kita bisa melenggang tanpa ada serangan kampanye hitam. Hambatan perdagangan akan tetap banyak, semua negara membentengi dengan tarif dan sebagainya. Tapi paling tidak kita punya senjata yang bisa dipakai untuk negosiasi," pungkasnya. (drk/drk)











































