Kepala Kompartemen Riset Lingkungan GAPKI, Bandung Sahari, menjelaskan pengendalian muka air tanah adalah kunci untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan daya dukung ekosistem gambut yang tetap terjaga.
Tanah gambut cepat kehilangan air pada musim kemarau panjang, permukaannya menjadi kering dan mudah terbakar. Tapi ini bisa diantisipasi dengan sistem tata air yang baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hisao Furukawa, Profesor Emeritus Universitas Kyoto, menambahkan teknologi ekohirdro dan pemadatan yang diterapkan industri kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia juga merupakan bagian dari pengelolaan gambut berkelanjutan.
Sementara itu, Ketua Sarawak Oil Palm Plantation Owners Association, Amar Abdul Hamed bin Haji Sepawi, mengungkapkan tanah gambut yang terkelola, yang di atasnya ada tanaman, memberi perlindungan karena sinar matahari tidak langsung mengenai tanah dan membuat gambut mudah kering.
"Pada gambut yang tidak terkelola, terutama gambut yang terdegradasi, gambut mudah rusak dan mudah terbakar karena tidak ada tanaman di atasnya," ucapnya.
Pakar IPB, Basuki Sumawinata, menambahkan kebakaran gambut di Indonesia banyak terjadi pada kawasan 'tidak bertuan' (open access). Biasanya kalau pun terjadi kebakaran di sekitar kawasan kebun, lokasinya berada di perbatasan (border) dengan kawasan tak bertuan yang tidak terkelola.
"Sangat jarang kebakaran terjadi di kawasan perkebunan atau HTI, karena pasti masyarakat atau perusahaan bekerja keras menjaga agar tidak terbakar," kata Basuki.
Menurut Basuki, Indonesia perlu belajar dari Malaysia yang hampir seluruh kawasan gambutnya dikelola oleh perusahaan besar, sedang, dan kecil yang semuanya dalam kendali pemerintah atau otoritas, sehingga terjaga dengan baik. "Ini yang harus kita pelajari dari Malaysia, yakni keterlibatan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan gambut secara bersama," tutupnya. (wdl/wdl)











































