Namun, penentuan harga timah dunia masih didominasi oleh LME (London Metal Exchange) di London, Inggris.
"Selama ratusan tahun ditentukan oleh LME. Jadi, dengan adanya ICDX (Indonesia Commodity Derivatives Exchange) ini untungnya buat siapa? Buat penambang-penambang kita agar jadi acuan, negara lain tak punya barang tapi bisa tentukan harga," kata Bachrul di Indonesia Tin Conference and Exhibition, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga di bursa luar sangat fluktuatif, dengan timah dijual di ICDX, Pemda sudah tahu harga sehingga tahu penerimaan royalti nanti sudah bisa diprediksi. Kemudian mereka juga sudah bisa prediksi sudah tahu kapan harus beralih mengandalkan royalti timah," ujar Bachrul.
Menurutnya, trader komoditas di pasar global seperti LME juga terkadang tidak memiliki fisik dari timah yang dijualnya. Hal inilah yang membuat pasar komoditas begitu bergejolak.
"Kita kan jelas ada barangnya. Mereka di sana kebanyakan trader. Dengan punya bursa sendiri, ada manfaat kepastian suplai timah dan jaminan kualitas. Kemudian keterbukaan transparansi harga," jelas Bachrul.
Dari data transaksi, ICDX sudah memperdagangkan 18.000 ton metrik ingot timah atau alumina, naik pada tahun 2014 menjadi 54.000 metrik ton, kemudian tahun 2015 naik jadi 70.000 metrik ton, dan terakhir periode Januari-Juli sudah 32.600 metrik ton.
"Sekarang ICDX mulai jadi rujukan, memang kita baru 3 tahun, bandingkan dengan LME yang sudah ratusan tahun. Saat ini sudah ada 63 perusahaan terdaftar di ICDX, dengan 34 penjual dan 29 pembeli yang bertransaksi tawar menawar di bursa ICDX," ujar Bachrul. (hns/hns)