Temui Menperin, Dirut Pupuk Indonesia Minta Harga Gas Turun Jadi US$ 1-3/MMBtu

Temui Menperin, Dirut Pupuk Indonesia Minta Harga Gas Turun Jadi US$ 1-3/MMBtu

Yulida Medistiara - detikFinance
Selasa, 13 Sep 2016 13:06 WIB
Foto: Dok. Kementerian Perindustrian
Jakarta - Di Indonesia, indsutri pupuk harus membayar sekitar US$ 6-7 per MMBtu untuk mendapat gas. Sedangkan di luar negeri seperti China harga gas berkisar US$ 1-3 per MMBtu.

Kondisi ini pun mendorong Dirut PT Pupuk Indonesia (Persero), Aas Asikin Idat, menyambangi Kementerian Perindustrian hari ini membahas soal harga gas. Aas berharap harga gas untuk industri pupuk berkisar US$ 1-3 per MMBtu.

"Harapannya kalau kita harus bersaing dengan dunia harus US$ 1-3 per MMBtu seperti pabrik internasional di dunia," ujar Aas, usai pertemuan, di kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (13/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia memprediksi, bila harga gas untuk industri pupuk turun menjadi US$ 1-3 per MMBtu dari US$ 6-7 per MMBtu saat ini. Maka, harga pupuk Indonesia bisa bersaing karena bisa menurunkan cost atau biaya produksi.

"Dengan harga gas seperti itu nanti bisa bersaing, cukup besar, sekarang cost kita US$ 250 per ton bisa turun sampai US$ 45 per ton dengan penurunan harga gas," kata Aas.

Harga pupuk yang dijual di internasional seperti China sebesar US$ 200 per ton, sedangkan Indonesia dijual sekitar US$ 240-US$ 250 per ton. Sehingga, margin keuntungan yang sangat tipis akibat harga gas yang mahal.

"Di dunia rata-rata US$ 200 per ton, di Indonesia sekitar harga pasar tapi cost kita lebih tinggi," ujar Aas.

Kepala korporat komunikasi PT Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengatakan dengan harga jual sekitar US$ 240-US$ 250, harga produksi telah di atas harga pasar. Namun, ia menyebut belum dapat ditentukan apakah rugi atau untung tipis saat ini karena masih melihat kondisi pasar.

"Bukan untung lagi, malah cost-nya sudah di atas harga pasar. Kita belum sampai ke sana sih (menjual rugi) saat ini masih wait and see karena masih ada pabrik yang cost-nya rendah, yaitu pabrik di Pupuk Kaltim," ujar Wijaya dalam kesempatan yang sama.

Di Kaltim, ia mengatakan harga penjualan bisa rendah karena sistem formula. Di mana ada rumus harga gas yang diberlakukan mengikuti harga minyak dan gas dunia sehingga bila sedang naik harga gas ikut naik dan ketika gas dunia turun, otomatis juga akan turun.

"Kontrak gas di Kaltim pakai formula yang mengikuti harga gas dan minyak dunia. Sistem formula itu ada semacam rumus, dimana harga gas yang diberlakukan itu mengikuti harga minyak dan gas dunia. Jadi naik-turun gitu karena harga gas dunia turun, maka otomatis harga gas untuk pupuk Kaltim juga turun. Untuk pabrik lainnya, perusahaan gas nggak mau lagi pakai sistem itu, maunya flat dan ada eskalasi tiap tahun," imbuhnya.

Aas tetap berharap pemerintah menurunkan harga gas untuk industri pupuk supaya biasa bersaing. Bila tidak diturunkan, maka akan sulit berkembang.

"Ya sulit ya mudah-mudahan ini menjadi keinginan saya itu dapat perhatian dari pemerintah," ujar Aas. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads