Direktur Utama BPDP Sawit, Bayu Krisnamurthi mengatakan, isu utama yang masih jadi perhatian pemerintah dan BPDP sawit yakni penetapan anti dumping di Uni Eropa (UE), dan pengenaan super tax di Perancis.
"Pasar Eropa masih butuh penanganan. Tahun 2013 UE tetapkan tarif anti dumping karena mereka menuduh kita melakukan anti dumping atas produk sawit Indonesia untuk biodiesel sebesar 18,9%," ucap Bayu di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (3/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanggal 16 September lalu pengadilan UE telah menetapkan pembatalan atas anti dumping Indonesia dan Argentina. Tapi kemudian ada upaya peninjauan kembali di Eropa. Padahal harga biodiesel kita bisa murah bukan karena dumping, tapi karena daya saing kita tinggi," jelas Bayu.
Masalah lainnya, lanjut dia, yakni rencana pengenaan super tax Perancis atas produk sawit Indonesia. Namun rencana tersebut saat ini masih digodok oleh parlemen negara itu.
"Ketidakpastian pasar Eropa juga masih dihadang oleh super tax Perancis. Ada usulan tetapkan β¬ 300 per ton produk sawit, kemudian kita nego bisa turun lagi ke β¬ 30 per ton pajaknya. Tapi kita masih negosiasikan terus," kata Bayu.
"Kemudian masih ada aturan sustainable trade di perjanjian CEPA untuk produk vegetable oils termasuk sawit, hutan, dan perikanan. Kalau hutan kan terkait masalah illegal logging, ikan terkait illegal fishing, nah kalau vegetable oils ini masih harus diperjelas lagi," tambahnya.
Masalah lainnya yang juga tak bisa diremehkan, yakni kampanye negatif terkait kerusakan lingkungan akibat produksi sawit Indonesia oleh beberapa lembaga. Seperti blokade atas kapal milik perusahaan trader minyak sawit Malaysia, IOI.
"Kita beberapa minggu mendengar aktivis Greenpeace lakukan blokade kepada kapal Malaysia. Ini terkait dengan isu negatif lingkungan. Memang itu bukan kapal Indonesia, tapi ini sangat serius dampaknya ke kita juga," ujar mantan Wakil Menteri Perdagangan ini.
Bayu merinci, ekspor produk sawit ke Eropa pada tahun 2012 tercatat sebesar 3,6 juta ton, tahun 2013 naik menjadi 4,8 juta ton, kemudian kembali mengalami tren positif di tahun 2014 sebesar 5 juta ton. Sementara untuk angka ekspor hingga Agustus 2016 saja sudah mencapai 4,35 juta ton. (dna/dna)











































