Produk biodiesel dari minyak sawit asal Indonesia dianggap melakukan praktik dumping, meski pada 16 September lalu tarif tersebut akhirnya dicabut.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan mengungkapkan, ekspor biofuel yang saat tahun 2014 mencatatkan 1,8 juta ton, kemudian dihentikan pada tahun 2015 sampai sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2015, meski masih ada ekspor biodiesel ke Eropa, itu pun jumlahnya tak seberapa. Beberapa pabrik biodiesel pun akhirnya tak beroperasi karena ekspor ke Eropa dihentikan. Pengusaha biodiesel saat ini hanya menunggu pesanan saja meski tarif anti dumping sudah dicabut.
"Nggak diproduksi saja. Jadi kalau ada pesanan baru diproduksi. Harga sekarang biodiesel Rp 8.000/liter lebih. Tahun depan belum tahu, karena ekspor sekarang kan nol. Kita tetap cari pasar baru seperti ke India dan lainnya sebagai pengganti Eropa," ujar Paulus.
Tarif dumping atas biodiesel dilakukan Uni Eropa, menurut dia, karena di sana produksi bahan bakar dari nabati itu kelebihan produksi.
"Mereka terganggu. Indonesia kapasitas 12 juta ton produksi setahun. Di eropa 22 juta ton setahun. Tapi dia hanya pakai 12 juta ton setahun. Nganggur sisanya. Marah lah dia waktu itu impor dari Indonesia 1,8 juta ton dan dari Argentina 2 juta. Kena lah kita dumping," ujar Paulus. (ang/ang)











































