Perbaikan regulasi tersebut, lanjut Airlangga, segera dilakukan oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Kemenko Bidang Kemaritiman, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan yang akan mengkaji lebih rinci mulai dari multiplier effect hingga potensi penerimaan negara.
Airlangga pun optimistis, perbaikan regulasi dapat dirampungkan sebelum akhir November 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga menyampaikan, pihaknya telah mengidentifikasi 10 sektor industri dan ditambah industri yang berlokasi di kawasan industri yang perlu menerima harga gas di bawah USD 6 per MMBtu.
"Jadi berlaku efektif yang ditargetkan 1 Januari 2017, harga diharapkan bisa didapat," ungkapnya.
Selain itu, seperti yang disampaikan Presiden, orientasi penetapan harga gas industri yang baru harus memberikan dampak luas bagi pembangunan industri nasional dan menjadi substitusi impor. "Itu didorong untuk memperkuat daya saing industri kita," jelasnya.
Sebagai gambaran, harga gas di Indonesia masih cukup tinggi mencapai USD9,5 per MMBTU. Padahal, harga gas di negara-negara ASEAN seperti Vietnam hanya US$ 7, Malaysia dan Singapura US$ 4/ MMBtu. Hal ini berimplikasi sangat besar pada kemampuan daya saing industri nasional terutama industri keramik, industri tekstil, industri petrokimia, industri pupuk, dan industri baja yang banyak menggunakan gas.
"Jadi kita akan optimalkan seluruh potensi gas yang ada, sehingga industri kita bisa terbangun kembali dan perwilayahan industri tidak hanya menunjang di Jawa Centris, tetapi juga Indonesia Centris," tegas Airlangga. (hns/hns)











































