Turut mendampingi Menperin, Dirjen industri Logam, Mesin, Alat transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Putu Suryawirawan, Dirjen IKTA Kemenperin Achmad Sigit. Rapat dimulai sekitar pukul 10.30 WIB dan dipimpin Ketua Komite II DPD, Parlindungan Purba.
Saat membuka rapat, Parlindungan menanyakan implementasi kebijakan ekonomi yang belum jalan. Ia menyebut salah satu contoh adalah harga gas yang masih tinggi sehingga industri sulit berdaya saing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parlindungan mengatakan, Indonesia harus meningkatkan iklim investasi misalnya dengan melakukan mempermudah iklim investasi. Namun, iklim investasi menurutnya belum sepenuhnya dipermudah salah satunya karena mahalnya harga gas.
"Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tapi belum berlaku pada pelaku usaha khususnya di sektor daerah. Dalam anggapan, implementasi itu urusan pusat padahal sektor industri itu ada di daerah sehingga harus ada kerja sama regulasi mempermudah kebijakan di daerah juga," kata Parlindungan.
Airlangga menyebut Presiden telah meminta harga gas di hilir US$ 6 per MMBtu sehingga harga gas di hulu harus US$ 4 per MMBtu dengan biaya distribusi sekitar US$ 1-2 per MMBtu. Hal ini masih dibahas dengan kementerian lain.
Tapi Kemenperin ingin penerapan harga gas ini dibedakan antara wilayah barat dan timur misalnya yang terdekat dengan harga gas di hulu timur harganya lebih rendah karena ada investor yang menunggu harga gas turun sebelum berinvestasi di Indonesia.
"Salah satunya presiden bilang harga di plan gate itu US$ 6 per MMbtu artinya di hulu harus US$ 4 per MMbtu, nah distribusi sekitar US$ 1,5-2 per MMbtu dan harus ada pembedaan antara harga gas di wilayah barat dan timur artinya kalau mau didorong industri indonesia centris itu, di timur Papua harus US$ 3 per MMbtu karena industri petrokimia harus berkembang," ujar Airlangga. (hns/hns)











































