Industri Minta Gas Murah, Luhut Pertimbangkan Impor dari Malaysia atau Brunei

Industri Minta Gas Murah, Luhut Pertimbangkan Impor dari Malaysia atau Brunei

Michael Agustinus - detikFinance
Selasa, 11 Okt 2016 20:45 WIB
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Dalam rapat koordinasi harga gas di Kementerian ESDM hari ini, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan mempertimbangkan pembukaan impor gas sebagai solusi agar industri bisa mendapatkan gas dengan harga US$ 6/MMBtu.

Untuk kawasan Sumatera Utara yang harga gasnya mencapai US$ 13/MMBtu misalnya, menurut Luhut, mungkin bisa lebih murah kalau pasokan gasnya berasal dari luar negeri. Saat ini Sumut mendapat gas dari Lapangan Tangguh, Papua.

"Di Indonesia Barat seperti di Aceh, harus dibawa LNG (Liquified Natural Gas) dari Papua ke sana, itu harus kita pikirkan kenapa kita tidak impor saja dari Malaysia atau Brunei. Lebih murah misal US$ 3-4 per MMBtu. Diregasifikasi di situ, baru dipipakan ke Medan. Sampai di Medan kita hitung-hitung bisa US$ 8/MMBtu, mengurangi dari US$ 13/MMBtu," papar Luhut usai rapat di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gas impor untuk Sumut kemungkinan berasal dari Malaysia, Brunei Darussalam, atau kawasan Timur Tengah. Sedangkan gas dari Tangguh yang sebelumnya dialokasikan ke Sumut akan diekspor saja.

"Lagi kita exercise dari Brunei, Malaysia atau Timur Tengah. Nah, yang Indonesia Timur bisa saja kita ekspor," ujarnya.

Pemerintah masih mempelajari opsi-opsi solusi yang ada. Ditargetkan harga gas untuk industri bisa turun dalam 2 bulan seperti keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ya ini lagi di-exercise Pak Wirat (Dirjen Migas) dan tim, bagaimana kita sekarang membuat itu lebih efisien, kita bongkar semuanya sekarang," tutup Luhut.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, mengatakan bahwa gas dari negara-negara Timur Tengah memang murah harganya, mungkin setelah diproses menjadi LNG dan dikapalkan harganya masih US$ 3,5/MMBtu saat tiba di Indonesia.

Lapangan gas di sana memang tak sesulit di Indonesia, biaya produksi gasnya hanya sekitar US$ 2/MMBtu. Tapi pembukaan impor harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai mematikan industri hulu migas di dalam negeri. Maka kalau dibuka, harga gas impor harus dikendalikan pemerintah.

"Kalau gas kita dikomparasi dengan gas dari Timur Tengah ya kalah. Mereka bisa produksi cuma US$ 2/MMBtu, sampai sini mungkin US$ 3,5/MMBtu. Mesti hati-hati. Kalau impor tidak diregulasi, nanti membunuh industri upstream (hulu) kita," tutupnya. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads