Pertama, adalah kesesuaian karakteristik wilayah dengan jenis industri yang akan dikembangkan.
"Yang dilihat itu potensi dari daerah sendiri apakah bisa mendukung untuk industri tersebut, harus didukung dari banyak pihak," kata Sanny, kepada detikFinance, Senin (26/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat, ketersediaan energi dan harganya. Misalnya harga gas dan listrik juga mempengaruhi pelaku industri mau berinvestasi atau tidak, hal itu karena gas dan listrik menjadi bahan baku dan infrastruktur industri sehingga sangat mempengaruhi daya saing.
"Harga gas sangat mempengaruhi karena ini soal daya saing industri. Industri dibangun selain dia punya teknologi, pasar tapi bisa dihasilkan dengan satu proses yang kemudian ujung-ujungnya harus kompetitif sekarang kalau harga listriknya, logistiknya semuanya tinggi bisanya itu mempengaruhi daya saing," imbuhnya.
Kelima, pemerintah daerah juga harus membantu pengusaha terkait pembebasan lahan yang masih menjadi kendala pembangunan kawasan industri. Keenam, faktor kesiapan tenaga kerja dan kompetensi penduduk daerah juga harus disiapkan pemerintah misalnya dengan memberi pelatihan.
"Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, diantaranya pembebasan lahan, pengembangan bangunan infrastrukturnya, terkait faktor kesiapan daripada tenaga kerjanya," ujarnya.
Ketujuh, bagaimana memaksimalkan sumber daya alam di kawasan industri. Misalnya di Palu yang memfokuskan sebagai industri rotan, Konawe dan Morowali yang fokusnya dikembangkan menjadi feronikel, dan Teluk Bintuni menjadi petrokimia yang potensinya harus dimaksimalkan. Hal itu agar para investor tertarik untuk berinvestasi di daerah tersebut.
"Memang itu masing-masing ada fokus industrinya kemudian bagaimana untuk mengembangkannya. Investor yang tertarik untuk kemudahan bisa investasi di situ, terkait juga dengan pemasaran," imbuhnya. (dna/hns)











































