Tanpa bantuan mesin, seorang perajin membutuhkan waktu produksi yang lebih lama, kegiatan produksi menjadi tidak efisien. Akibatnya, kecepatan produksi sepatu kurang bisa diandalkan ketika pesanan dalam jumlah besar datang.
Namun bukan berarti tak ada upaya dari pemerintah untuk melakukan perbaikan. Ternyata pemerintah telah menyediakan mesin secara gratis di Unit Pelayanan Teknis (UPT) di Desa Cibalagung, Bogor Barat. Walau telah disediakan mesin, mereka tetap memilih bekerja secara manual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mamun mengatakan, para perajin telah terbiasa untuk memproduksi alas kaki secara manual. Walaupun, kata dia, ada juga beberapa pelaku usaha yang memanfaatkan mesin tersebut.
"Di UPT juga mesin sudah komplit. Ada juga memang yang ngerjain sendiri pakai mesin, tapi tidak banyak. Soalnya pelaku usaha di Ciomas biasanya hanya memberi bahan mentah saja ke pekerja, jadi kebanyakan cari yang mudah, malas kalau bikin sendiri ke mesin," terangnya.
"Inginnya sih, suruh orang buat ngerjain pakai mesin yang ada di UPT, biar lebih murah. Tapi di sini enggak ada orang yang nganggur, semuanya pada bikin sepatu sendiri-sendiri," tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah pelaku industri alas kaki di Ciomas mengaku tengah mengalami penurunan pesanan. Mereka mengaku jika produknya kalah bersaing dengan produk impor yang beredar di pasar.
Salah satu alasannya adalah, karena barang impor diproduksi dengan skala besar dan menggunakan mesin. Berbeda dengan produk homemade dari Ciomas yang masih dikerjakan secara manual.
"Karena kualitas (sepatu Cina) lebih bagus dan lebih murah. Mereka kan kerja sama mesin, kalau kita kan handmade. Manual," ungkap Mamun. (dna/dna)











































