Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, Elia Massa Manik, mengungkapkan saat ini produksi teh Indonesia pada tahun 2015 sebesar 130.000 ton dengan ekspornya sebanyak 62.700 ton, volume ekspor tersebut hanya sepertiga dari total ekspor di tahun 2008.
Menurut Elia, harga teh Indonesia yang anjlok karena menurunnya kualitas produksi berdampak sistemik pada volume ekspor Indonesia. Negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia mulai beralih ke produsen teh lainnya seperti Sri Lanka, India, dan Kenya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga tertinggi teh Indonesia di tahun 1992 pernah mencapai US$ 3,5- 4 per kg. Tapi sekarang tinggal US$ 1,2-1,6 per kg, anjlok sampai 50%," ujar Elia di kantor PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), Jakarta, Rabu (4/1/2017).
"Jadi selama 25 tahun (sejak 1992) ini kegiatan kita menurun, tidur saja kerja kita. Makanya sekarang kita mau perbaiki kualitas teh Indonesia dan sudah 2 tahun ini kita galakkan lagi. Ini saja sudah morat-marit," tandasnya lagi.
Sementara itu, Chairman Jakarta Tea Buyers Association, Farid Akbany, mengungkapkan banyak negara saat banyak negara tujuan ekspor mulai beralih pada produksi teh negara lain yang kualitasnya lebih baik.
"Yang tadinya beli teh kita, sekarang mengurangi, bahkan menghentikan pembelian teh Indonesia sama sekali. Makin lama makin sedikit dan packing sekarang menentukan harga," jelas Farid.
Masalah harga teh sebenarnya sudah terjadi puluhan tahun, namun kondisi ini terus dibiarkan pemerintah. Harga teh kualitas terbaik Indonesia pada saat itu mencapai di kisaran US$ 4 per kg, saat ini hanya dihargai di kisaran US$ 1,5 per kg di pasar global.
"Harga teh kita selalu kalah dengan harga teh di sentra produksi negara lain, seperti Kenya, Sri Lanka, dan India. Hal ini sudah sekian lama terjadi," pungkas Farid. (idr/hns)











































