Padahal pemerintah menjanjikan rendemen bisa naik, setelah BUMN pengelola pabrik gula diberikan izin impor gula mentah sebanyak 381.000 ton tahun lalu.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sumitro Samadikoen, mengatakan petani tebu rata-rata menerima rendemen dari pabrik gula di kisaran 6%. Bahkan di beberapa pabrik gula rendemennya masih berada di kisaran 5%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena antara impor gula mentah dengan peningkatan rendemen enggak nyambung. Kalau mau meningkatkan rendemen ya itu mesin-mesin pabrik gula peninggalan Belanda diremajakan, atau buat pabrik gula baru. Buktinya pabrik gula swasta saja bisa kasih rendemen yang tinggi buat petani, masa BUMN tidak," imbuhnya.
Sebagai informasi, rendemen tebu sendiri adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10%, artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg.
Selain masalah rendemen yang masih saja rendah, lanjut Sumitro, petani juga mengeluhkan naiknya ongkos tebang dan angkut tebu dari lahan ke penggilingan pabrik gula.
"Naiknya bahkan berlipat-lipat. Kalau dulu biaya tebang dan angkut itu antara Rp 12.000-15.000/kuintal, sekarang naiknya Rp 30.000/kuintal, bahkan di beberapa pabrik gula ada yang sampai Rp 40.000/kuintal. Sudah biaya tebang dan angkut mahal, rendemen masih saja rendah, sudah begitu harga gula jatuh. Lelang gula petani tahun lalu petani hanya dapat 10.500-11.500/kg," tandasnya. (wdl/dna)











































