Sedangkan, untuk industri logam di bawah 2%. Hal itu jauh berbeda saat sebelum kritis moneter, yakni industri dalam negeri berkontribusi hampir 30% dan logam sekitar 3%.
"Waktu industri dalam negeri mencapai 30%, kontribusi industri logam itu hampir 3%, sekarang merosot di bawah 2%" ungkap Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, IG Putu Suryawirawan di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (16/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan industri logam ini kalah dengan industri otomotif yang mencapai sekitar 2,5%" ungkap Putu.
Lebih lanjut Putu menjelaskan, kontribusi industri tersebut akan mencerminkan nilai investasi, lapangan kerja, serta nilai ekspor. Sehingga, apabila ketiga faktor tersebut turun maka nilai kontribusi juga ikut menurun.
Oleh sebab itu, Kemenperin mengumpulkan para pelaku industri logam untuk dapat bersama-sama menyelesaikan persoalan yang ada di industri logam saat ini. Ia juga mengatakan, pihaknya juga akan lebih spesifik terkait dengan kebijakan pengendalian besi baja.
"Kita tahu bahwa industri logam ini sangat luas spektrumnya, dari logam besi baja kemudian non besi baja juga sangat banyak, seperti aluminium, tembaga, stainless steel, timah dan juga logam-logam tanah jarang lainnya," kata dia.
"Seperti kita ketahui bahwa besi baja adalah ibu dari industri-industri lain, jadi kita harus terus jaga supaya iklim investasi besi baja di Indonesia itu kondusif. Jangan sampai Indonesia jadi ajang spekulan untuk besi baja. Besi dan baja ini produk jangka panjang mau disimpan sampai kapan pun dia enggak akan pernah hilang," tutupnya. (hns/hns)











































