Pemerintah Ingin Gula Dijual Rp 12.500/kg, Petani Bisa Rugi

Pemerintah Ingin Gula Dijual Rp 12.500/kg, Petani Bisa Rugi

Muhammad Idris - detikFinance
Rabu, 18 Jan 2017 16:17 WIB
Foto: Mindra Purnomo
Jakarta - Dalam kesepakatannya dengan sejumlah produsen dan distributor, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, menetapkan harga gula yang dijual di pasar paling mahal Rp 12.500/kg. Selanjutnya, Mendag juga akan menemui produsen gula tebu dalam negeri agar ikut menekan harga gula sesuai keinginan pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sumitro Samadikun, mengungkapkan rencana Mendag tersebut justru bakal mematikan industri lokal. Yang diuntungkan dengan adanya kebijakan ini adalah perusahaan swasta yang mendapat izin impor.

Sementara, pelaku usaha dalam negeri khususnya akan semakin sulit bersaing. Karena, saat ini harga lelang gula petani yang dilakukan oleh pabrik gula sendiri saat ini sudah sekitar Rp 12.500/kg. Sehingga sangat tidak mungkin bagi industri dalam negeri untuk memenuhi ketetapan harga seperti yang diinginkan pemerintah, Rp 12.500/kg di tingkat konsumen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah kita dapat rendemen rendah, sekarang diminta pemerintah harga gula Rp 12.500/kg. Tahun 2013 harga gula jatuh karena impor kita dibiarkan, lelang gula saja sekarang Rp 12.000/kg, bagaimana kita mau jual Rp 12.500, rumusnya dari mana," ucap Sumitro kepada detikFinance, Rabu (18/1/2017).

Dia mengasumsikan, dengan produksi tebu petani per hektar sebesar 100 ton, maka dengan tingkat rendemen rata-rata nasional saat 6, maka didapat gula sebesar 6 ton. Setelah dibagi dengan pabrik gula dengan rasio 64:36, maka gula yang diperoleh petani adalah 3,84 ton.

"3,84 ton ini dikalikan dengan harga lelang sekarang Rp 12.000/kg, petani mendapatkan pendapatan dari gula Rp 48 juta. Nah sementara modal tanam tebu, biaya tembang dan angkut, pupuk sampai sewa tanah paling murah totalnya Rp 45 juta. Untungnya berapa itu, malah ada yang sampai biayanya Rp 50 juta," jelas Sumitro.

Menurut dia, ketimbang pemerintah menekan harga gula yang berakibat petani tebu merugi, sebaiknya pemerintah merevitalisasi atau membangun pabrik gula baru milik BUMN, agar tingkat rendemen bisa naik.

Sebagai informasi, rendemen tebu sendiri adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10%, artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg.

"Tanam tebu itu susah. Waktunya juga setahun lebih, beda dengan tanam padi 3 bulan sudah panen. Lebih baik pemerintah bantu petani tingkatkan rendemen, itu pabrik-pabrik sudah tua tidak pernah diganti. Kalau rendemen tinggi, otomatis harga gula bisa otomatis murah," ujar Sumitro.

Sebelumnya, dalam pertemuannya dengan pabrikan dan distributor gula konsumsi, Mendag menginginkan harga gula bisa ditekan hingga Rp 12.500/kg. Pasalnya harga rata-rata gula saat ini Rp 14.000/kg dianggap terlalu membenani masyarakat.

"Kesepakatan antara produsen pabrikan dengan distributor yang bertanggung jawab untuk distribusi sampai ke pasar, akan mengikuti harga acuan sebesar Rp 12.500/kg. Itu garis besarnya," kata Enggar.

Kesepakatan harga lewat intervensi ke distributor itu, sambungnya, sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Data Kemendag, harga rata-rata gula pada Januari 2017 yakni sebesar Rp 14.087/kg atau turun 0,33% dibandingkan harga pada Desember 2016 sebesar Rp 14.133/kg. Harga rata-rata gula di beberapa daerah terendah yakni Yogjakarta Rp 12.933/kg, serta tertinggi di Tanjung Pinang, Tanjung Selor, dan Manokwari sebesar Rp 17.000/kg. (idr/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads