Beda Nasib Petani Tebu RI dan Thailand, Siapa Lebih Sejahtera?

Beda Nasib Petani Tebu RI dan Thailand, Siapa Lebih Sejahtera?

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 19 Jan 2017 08:20 WIB
ilustrasi Pabrik Gula (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta - Keuntungan bertanam tebu yang tak seberapa mendorong petani mengalihkan lahan tebunya untuk ditanami komoditas lain. Bahkan di beberapa daerah, aera tanam tebu sudah berubah jadi komplek perumahan.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sumitro Samadikun, mengungkapkan berkurangnya petani tebu karena tingkat rendemen tebu yang sangat rendah. Pabrik Gula (PG) yang saat ini ada, sebagian besar merupakan warisan kolonial Belanda.

"Di Indonesia tingkat rendemen dari PG milik BUMN hanya 6 sampai 7. Ini jauh di bawah rendemen PG milik swasta sebesar 9-11. Sementara PG di Thailand bahkan rata-rata rendemennya 14. Sudah begitu bagi hasilnya di sana 70% petani, 30% pabrik," jelas Sumitor kepada detikFinance, Kamis (19/1/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengasumsikan, dengan produksi tebu petani per hektar maksimal sebesar 100 ton, maka dengan tingkat rendemen rata-rata nasional saat 6, maka didapat gula sebesar 6 ton. Setelah dibagi dengan pabrik gula dengan rasio 64:36, maka gula yang diperoleh petani adalah 3,84 ton.

"Sebanyak 3,84 ton ini dikalikan dengan harga lelang sekarang Rp 12.000/kg, petani mendapatkan pendapatan dari gula Rp 48 juta. Nah sementara modal tanam tebu, biaya tembang dan angkut, pupuk sampai sewa tanah paling murah totalnya Rp 45 juta. Untungnya berapa itu, malah ada yang sampai biayanya Rp 50 juta," jelas Sumitro.

Menurut dia, ketimbang pemerintah menekan harga gula yang berakibat petani tebu merugi, sebaiknya pemerintah merevitalisasi atau membangun pabrik gula baru milik BUMN, agar tingkat rendemen bisa naik.

Sebagai informasi, rendemen tebu sendiri adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10%, artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg.

"Tanam tebu itu susah. Waktunya juga setahun lebih, beda dengan tanam padi 3 bulan sudah panen. Lebih baik pemerintah bantu petani tingkatkan rendemen, itu pabrik-pabrik sudah tua tidak pernah diganti. Kalau rendemen tinggi, otomatis harga gula bisa otomatis murah," ujar Sumitro.

Sementara di Thailad, dengan tingkat produksi lahan tebu yang sama sebesar 100 ton tebu per hektar, namun memiliki rendemen 14. Maka setelah bagi hasil dengan rasio 70:30, petani akan mendapatkan gula sebanyak 9,8 ton.

"Artinya kalau modal kita sama dengan petani Thailand yaitu Rp 45 juta, maka BEP (balik modal) mereka hanya setiap kilogram gula hanya sekitar Rp 4.500. Lah kita di Indonesia petani tebu BEP hampir Rp 12.000 setiap kilonya," pungkas Sumitro. (idr/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads