Ketua Umum Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (ARPHUIN), Achmad Dawami, mengatakan meski gejolak harga masih jadi masalah klasik yang sampai saat belum juga terselesaikan, usaha ayam potong dinilai tetap merupakan peluang bisnis yang masih cukup menguntungkan.
Pasalnya, dalam periode setahun, meski harga ayam di kandang peternak dalam bulan-bulan tertentu anjlok sangat dalam, pada bulan-bulan berikutnya kenaikan harga ayam masih bisa menutupi kerugian di beberapa periode sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski harganya bergejolak, jelas dia, permintaan ayam bakal selalu naik lantaran konsumsi daging ayam di Indonesia selalu bisa tumbuh di atas 10% per tahun. Namun, masalah ketiadaan informasi suplai dan permintaan, serta buruknya tata niaga ayam, membuat bisnis ayam masih dianggap bisa 'untung-untungan'.
"Permintaan naik turun, di Indonesia juga sangat situasioner, selain tergantung ekonomi masyarakat, juga bulan-bulan tertentu yang sifatnya cultural, misal di beberapa daerah naik tajam saat Bulan Suro (Muharram) di daerah tertentu, tapi enggak rata setiap daerah," kata Dawami.
"Yang bikin prospek bagus juga ayam ini kan konsumsinya setiap tahun naik terus. Semakin banyak orang makan ayam, masakan yang gampang dibuat apa pun kan salah satunya ayam, siapa sih yang enggak makan ayam. Tapi masalahnya satu, belum ada keseimbangan di pasar," tandas Dawami.
Dia mencontohkan, harga ayam hidup di tingkat kandang peternak di daerah Jawa Barat saat ini berkisar antara Rp 16.500/ekor untuk ayam ukuran 1-1,4 kilogram, dan Rp 18.500/ekor untuk ayam berukuran kisaran 1,5-1,6 kg. "Itu harganya untungnya sangat tipis. Tapi saya kira ke depan masih prospektif bisnis ayam," pungkas Dawami.
(idr/mkj)