Masyarakat Kurangi Belanja, Pemerintah Harus Waspada

Masyarakat Kurangi Belanja, Pemerintah Harus Waspada

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 12 Agu 2017 19:13 WIB
Foto: Muhammad Idris
Jakarta - Komite Ekonomi dan Indonesia Nasional (KEIN) menyatakan, pemerintah harus waspada dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga nasional.

Ketua Kelompok Kerja Makroekonomi, Perdagangan, dan Investasi KEIN Hendri Saparini mengatakan, data-data yang ada menunjukan bahwa konsumsi rumah tangga arahnya cenderung melambat.

"Apakah kita menghadapi perlambatan konsumsi rumah tangga? Data menunjukan iya, memang biasa tumbuhnya diantara 4,5%-5%. Apakah perlu mewaspadai adanya pertumbuhan konsumsi persisten? Jawaban saya iya. Kita perlu mewaspadai karena sebagian besar PDB disumbang konsumsi, jadi waspada karena ekonomi kita disokong konsumsi, sehingga konsumsi lambat perlu diwaspadai," kata Hendri dalam diskusi Forum Merdeka Barat di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Sabtu (12/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hendri menyebutkan, pelemahan konsumsi rumah tangga terlihat dari upah riil buruh dan nilai tukar petani yang menurun. Dengan begitu, maka daya beli masyarakat juga mengalami penurunan. "Jadi kalau nilai tukarnya turun maka daya beli menurun, sekarang pertanyaan selanjutnya siapa yang alami perlambatan tadi," kata dia.

Lanjut Hendri, daya beli masyarakat yang melemah harus dicermati oleh pemerintah, apakah terjadi di kelompok menengah atas, atau di kelompok bawah. "Kalau terjadi di kelompok atas, kegalauan kita tidak sebesar jika terjadi di kelompok bawah karena bisa jadi kelompok atas menahan, dan bisa jadi karena investasi. Meskipun itu bisa bikin masalah juga karena kalau yang atas menahan belanja, yang bawah jadi bermasalah," papar dia.

Berdasarkan data BPS, Hendri menerangkan bahwa 40% masyarakat bawah di Indonesia pertumbuhan konsumsinya hanya 2%, sedangkan kelompok menengah ke atas tumbuh 7%. Oleh karena itu, pemerintah harus segera membenahi perlambatan konsumsi yang terjadi di kelompok bawah, dan bukan malah banyak berdebat antara daya beli tetap kuat atau lemah.

"Karena fakta dan data sudah ada dan menunjukan demikian. Kenapa orang mengurangi konsumsinya, alasannya harga sembako naik, BBM juga, premium tidak naik tapi kan ada produk BBM baru yang harus dibeli dengan harga lebih tinggi, lalu juga TDL naik, serta biaya pendidikan. Ini fakta ada bahwa semester I tidak tinggi, ini ada kekhawatiran," ujarnya.

Hendri mengungkapkan, perlambatan konsumsi yang terjadi di kelompok bawah memang disebabkan menurunnya harga komoditas sejak 2010. Misalnya harga karet yang dulu sangat memengaruhi konsumsi masyarakat. "Jadi memang masuk akal dan ada sebabnya mereka konsumsinya menurun, ada perlambatan konsumsi yang perlu diwaspadai," ujar dia.

Kendati demikian, Hendri menyebutkan, pemerintah masih bisa memperbaiki kondisi konsumsi rumah tangga baik di kelompok bawah maupun menengah atas dengan tidak melanjutkan rencana kenaikan harga yang diatur pemerintah alias administered price, contohnya tarif listrik.

"Kalau ingin dorong konsumsi dengan cara lain, yakni dari distribusi kartu PKH untuk Rastra, ini harus dipercepat karena baru 3%, kalau tidak punya kartu ini bagaimana belanjanya, mari segera selesaikan agar perlambatan ini berhenti," tutup dia. (mca/mca)

Hide Ads