Rapat Koordinasi tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Swasembada garam, kita ingin lebih cepat lagi. Kalau bisa 2019," ujar Luhut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi luas lahan garam kita yang diiventarisasi, ternyata ada 40 ribu hektare, lebih besar dari yang kita lihat. Tadi dari masalah pertanahan, kita mau selesaikan dulu lahan-lahan yang belum selesai ditangani, nah itu kelihatannya bisa. Nah kalau itu bisa selesai tahun ini, kita bisa selesai (swasembada) 2019," ujarnya.
Menurut dia, jika persoalan lahan sudah beres, maka yang perlu dilakukan selanjutnya yakni menerapkan teknologi yang sudah dikembangkan untuk memproduksi garam. Proses ekstensifikasi lahan diharapkan selesai tahun depan.
40 ribu ha lahan itu mencakup jumlah eksisting dan yang belum diekstensifikasi. Jumlah ini pun masih bisa bertambah.
"Tadinya kan kita pikir hanya 30 ribu ha, ternyata bisa 40 ribu ha. Masih ada potensi lebih dari itu. Tapi, dengan 40 ribu ha pun kita sudah oke," tutur Luhut.
Seperti diketahui, salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia belum mampu swasembada garam adalah soal ketersediaan lahan tambak yang masih terbatas. Meskipun Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas, namun tidak seluruh dari lahan pesisir dapat digunakan sebagai lahan tambak garam.
Sejauh ini pemerintah menyasar tiga provinsi di luar Jawa untuk melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan untuk mendorong produksi garam nasional. Selain melakukan upaya ekstensifikasi, pemerintah juga melakukan intensifikasi untuk meningkatkan produksi garam di sentra-sentra garam eksisting di pantai utara Jawa (pantura) hingga Pulau Madura. (eds/hns)











































