Perluas Ladang Garam, Pemerintah Cari Lahan di NTT, NTB, dan Sulsel

Perluas Ladang Garam, Pemerintah Cari Lahan di NTT, NTB, dan Sulsel

Edward Febriyatri Kusuma - detikFinance
Rabu, 08 Nov 2017 20:49 WIB
Foto: Eko Sudjarwo
Makassar - Pemerintah menargetkan Indonesia tak lagi impor garam di 2020. Salah satu cara agar target ini terwujud adalah perluasan lahan untuk ladang garam.

Lokasi lahan untuk ladang garam tersebut tersebar di NTT, NTB, dan Sulawesi Selatan. Menurut Amalyos, di Pulau Jawa tidak mungkin dilakukan ekstensifikasi lahan. Sedangkan di NTT, NTB dan Sulawesi Selatan memiliki lahan dan kondisi ideal untuk lahan garam.

"Di beberapa kabupaten mereka mempunyai iklim curah hujan rendah dengan waktu kemarau panjang, ditambah lagi kondisi angin yang mendukung pencapaian optimal. Contoh di NTT musim kemarau mereka 8 bulan. Selain itu banyak investor kami identifikasi ada sekitar 13 ribu investor," ujar Asisten Deputi Sumber Daya Mineral Energi dan Non Konvensional, Kemenko Kemaritiman, Amalyos Chan, dalam rapat kordinasi identifikasi lahan garam di Hotel Grand Clarion, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (8/11/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amalyos menambahkan, ekstensifikasi lahan ini akan menggandeng pihak swasta. Di sisi lain, pemerintah harus menjamin agar investor tak ragu dalam pengurusan izin lahan.

"Mereka butuh jaminan kestabilan masalah perizinan lahan, oleh karena itu kita meminta bantuan BPN untuk memetakan potensi lahan, kemudian koordinasi bagaimana status lahannya," tutur Amalyos.

Lahan tertintegrasi

Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT, Iman Paryanto, menambahkan upaya BPPT dengan PT Garam di Bipolo, Kupang, NTT, membuat lahan terintegrasi tidak hanya menghasilkan garam tetapi juga ikan dan pakan ikan. Selain itu kondisi cuaca juga tidak mempengaruhi intensitas produksi garam.

"Solusi ini bisa meningkatkan produktivitas kuantitas dan kualitas garam, oleh karena itu ekstensifikasi dan eksisting harus dilakukan secara paralel. Selain itu kandungan mineral garam di reservoir air tua tidak akan bercampur dengan air hujan, sehingga masih bisa dialirkan ke meja-meja kristalitasi," terang Imam.

Iman mengatakan dengan manajemen lahan terintegrasi, Indonesia mampu membangun industri bahan baku garam berkualitas baik. Pasalnya kualitas garam saat ini memakan banyak Harga Pokok Produksi (HPP).

"Katakan mereka mengambil dari petani 100 ton paling yang keluar hanya 70 ton, jadi ada los 30 persen. Sehingga membuat harga pokok produksi tinggi, kalau kita bisa naikan kualitas akan menurunkan harga pokok produksi," kata Imam. (edo/hns)

Hide Ads