"Kami ingin melihat barangkali ada peluang untuk dapat bekerja sama terkait pasokan bahan baku, misalnya," kata Arlinda saat diterima Kyosuke Iida, Presiden PT Chiba Shoyu.
Iida merespon baik hal itu. Dia mengungkapkan bahwa selama ini perusahaannya mendapatkan pasokan kedela sebagai bahan utama dari India, gandum dari Kanada sebagai produsen terbesar di dunia, dan garam didatangkan dari Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rasa saus atau kecap Jepang yang asin ternyata sudah digemari masyarakat di Amerika sejak 1970. Saus umumnya digunakan untuk bumbu yakitori, sate khas Jepang dari daging ayam.
"Kini saus Jepang menjadi bumbu utama hampir dalam setiap menu makanan di Amerika, terutama untuk barbekyu," klaim Iida yang bisa sedikit berbahasa Indonesia karena pernah enam bulan tinggal di Yogyakarta dan Jakarta.
Meski peluang untuk menjalin kerja sama seperti diharapkan relatif tipis, tapi para pengusaha itu mendapatkan pengetahuan gratis, khususnya terkait proses produksi mulai dari fermentasi kedelai hingga pengisian ke dalam kemasan botol, dan pencucian filter. Apalagi rombongan tak cuma mendapat paparan pembuatan secara pabrikasi, tapi juga diajak melihat proses pembuatan secara tradisional yang khusus untuk konsumsi lokal.
Prosesnya jauh lebih lama karena benar-benar mengandalkan cuaca di sekitar ruangan. Tak heran bila harga jualnya bisa dua kali lebih mahal ketimbang pabrikan.
Di Jepang, Kikkoman adalah pembuat Shoyu terbesar dengan nilai penjualan per tahun sekitar 402 miliar yen, sementara Yamasa sekitar 60 miliar yen per tahun. (jat/hns)