Jakarta -
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk menjadi bukti produk jamu masih bisa bertahan. Bahkan perusahaan ini mampu membawa produk jamunya ke berbagai negara di dunia.
Besarnya Sido Muncul tidak lepas dari nama Irwan Hidayat, Direktur Sido Muncul. Meskipun hanya meneruskan bisnis rintisan neneknya Ny Rakhmat Sulistyo, Irwan juga berjasa dalam mengembangkan perusahaan.
Berikut cerita tentang Irwan berjuang mengembangkan Sido Muncul yang hampir bangkrut, punya utang Rp 46 juta, hingga kini menjadi perusahaan jamu besar seperti sekarang.
Sido Muncul sendiri awalnya didirikan oleh Ny Rakhmat Sulistyo, seorang ibu yang mahir meracik tanaman herbal menjadi jamu. Dia memulai usahanya di Yogyakarta pada 1941 ketika berhasil membuat ramuan Jamu Tujuh Angin yang kini dikenal sebagai Tolak Angin.
Lalu pada 1949 Rakhmat Sulistyo mengungsi ke Semarang lantaran adanya perang di Yogyakarta. Saat itu dia turut membawa salah satu cucunya yang kini memimpin Sido Mncul, Irwan Hidayat.
Kemudian pada 1951, sang Nenek mulai serius memproduksi jamu di Semarang dengan mendirikan pabrik dan menetapkan merek dagang Sido Muncul. Saat itu juga Jamu Tujuh Angin berubah nama menjadi Tolak Angin.
Lalu pada 1953, orangtua Irwan menyusulnya pindah ke Semarang. Saat itu kedua orangtuanya memutuskan untuk ikut berinvestasi di Sido Muncul dengan membeli 50% sahamnya. Barulah pada 1970, ketika Ny Rakhmat sudah berusia 73 tahun diputuskan untuk memberikan Sido Muncul seutuhnya kepada orangtua Irwan.
"Sido Muncul masih kecil sekali enggak ada apa-apanya. Bahkan ketika itu utangnya banyak, kita nggak bisa bayar utang hampir disita semuanya. Cuma ada pabrik berukuran 700 meter termasuk untuk tempat tinggal kecil. Utangnya saat itu Rp 46 juta," kenangnya
Besarnya utang saat itu lantaran perusahaan terlalu aktif melakukan ekspansi, sementara penjualan jamu saat itu hanya Rp 800 ribu per bulan.
Irwan Hidayat yang saat itu masih berusia muda pun turut menyumbang pemikiran agar perusahaan tak gulung tikar. Salah satu ide brilian membuat pil kewanitaan yang bernama Pil Amor.
Irwan mencipatakan produk tersebut dengan alasan jamu-jamu untuk perempuan sedang tenar saat itu. Jamu racikannya itu dia iklankan di 2 radio kenamaan di Jakarta kala itu.
Hasilnya pun cukup menggembirakan. Laba perusahaan pun ikut meroket untuk membawayar utang.
"Akhirnya sukses, omzetnya dalam waktu 2 bulan jadi Rp 12 juta, jadi dalam waktu 6 sampai 7 bulan utang Rp 46 jutanya lunas," tuturnya.
Irwan Hidayat menjelaskan produk jamu sebenarnya memiliki kelebihan tersendiri masih yang tidak terdapat dalam fungsi obat.
"Salah satu karakteristiknya jamu itu konsumsinya jangka panjang, cara mengobatinya juga berbeda," tuturnya saat berbincang dengan detikFinance.
Irwan mencontohkan, khasiat tolak angin sebenarnya bukan hanya mengeluarkan angin dalam tubuh, tapi meningkatkan daya tahan tubuh. Dia mengatakan kondisi masuk angin merupakan tolak ukur bahwa daya tahan tubuh sedang melemah.
"Jadi jika sedang masuk angin tidak diobati maka bisa terkena penyakit macam-macam," terangnya.
Sementara Tolak Linu khasiatnya bukan secara langsung menyembuhkan linu dalam tubuh, melainkan melanmcarkan peredaran darah. Sehingga zat-zat negatif yang menyebabkan linu terangkut dan bisa kembali pulih.
Bagi masyarakat Indonesia, tentu sangat akrab dengan produk Sido Muncul. Bahkan tanpa melihat merek dengan hanya melihat logo sudah bisa tahu bahwa itu jamu Sido Muncul.
Sejak berdiri pada 1951, Sido Muncul tidak pernah mengubah logonya yang berwujud tumbukan jamu dengan foto sosok Ibu dan seorang anak balita. Ternyata anak balita itu adalah Irwan Hidayat yang kini menjadi Direktur Sido Muncul, sementara wanitanya adalah neneknya Ny Rakhmat Sulistyo yang mendirikan Sido Muncul.
Irwan bercerita, sejak kecil dia memang sangat dekat dengan neneknya. Dia sejak lahir sering sakit-sakitan memang diurus oleh neneknya.
"Saya dipelihara sama nenek saya sejak saya masih di Yogyakarta," kenangnya saat berbincang dengan detikFinance.
Halaman Selanjutnya
Halaman