Simak berita lengkapnya di sini.
"Bisa dihitung lebih dari Rp 200 miliar untuk potensi kerugian akibat tidak adanya transaksi di toko-toko ritel modern dengan padamnya listrik ini," tutur Roy kepada detikFinance, Senin (5/8/2019).
Roy menjelaskan di Jakarta ada 82 mal terimbas pemadaman masal. Kalkulasi Roy, tak ada pasokan listrik berjam-jam kemarin, satu mal dapat kehilangan 10.000 pengunjung. Dari angka tersebut, apabila satu orang menghabiskan uangnya sekitar Rp 200.000, dikalikan 10.000 orang maka satu mal rugi hingga Rp 2 miliar. Oleh karena itu, bila dikalikan dengan 82 mal, maka potensi mal-mal di Jakarta kehilangan pendapatannya sekitar Rp 160 miliar.
"Satu mal itu di weekend pengunjungnya bisa 20.000-30.000 pengunjung per hari. Dengan listrik mati setengah hari berarti kan ada pengurangan sekitar 10.000 pengunjung, itu kalau belanja Rp 200.000, kan sekitar Rp 2 miliar satu mal. Kalau Rp 2 miliar dikali 82 mal berarti kurang lebih Rp 160 miliar," terang Roy.
Potensi kehilangan pendapatan tersebut yang sebesar Rp 160 miliar itu belum termasuk ritel yang berdiri sendiri atau di luar mal. Sedangkan, potensi kerugian ritel yang berdiri sendiri atau di luar mal mencapai Rp 40 miliar. Sehingga bila ditotalkan kerugian peritel modern di wilayah yang listriknya mati secara massal mencapai lebih dari Rp 200 miliar.
Listrik padam secara massal di setengah pulau Jawa kemarin membuat masyarakat mengungsi ke mal. Pasalnya, kegiatan di rumah terbatas karena tak ada pasokan listrik. Namun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan, sebagian besar dari masyarakat yang mengungsi ke mal tak berbelanja.
"Untuk mereka yang datang ke mal karena di rumahnya padam (listrik) itu bukan untuk berbelanja. Tetapi mereka sebagian besar adalah yang memang sedang ada janjian atau pertemuan, atau memang sedang berada di mal tersebut. Sehingga setelah diketahui bahwa ada pemadaman listrik, maka mereka staypada mal tersebut," terang Roy kepada detikFinance.
Menurutnya, masyarakat yang mengungsi di mal pun tak begitu banyak apabila dibandingkan dengan masyarakat yang memilih untuk tetap di rumah ketika listrik padam.
"Perlu digarisbawahi bahwa jumlah mereka yang datang ke mal karena lampu padam dan berteduh di mal atau pusat belanja tidak besar atau signifikan jumlahnya, dibandingkan mereka yang tetap stay di rumah saja," jelas Roy.
Padamnya listrik secara massal di sebagian besar wilayah pulau Jawa memberikan dampak yang cukup besar. Sebagian masyarakat memilih menginap di hotel demi mendapatkan sambungan listrik.
"Jadi kemarin itu ada kendala untuk pembayaran di hotel, tapi juga ada kenaikan okupansi. Jadi masyarakat banyak yang pindah ke hotel. Terutama di daerah yang dekat dengan permukiman, dekat dengan perumahan, mungkin mereka kerepotan tidak ada listrik dan dekat hotel," jelas Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi detikFinance.
Hariyadi mengatakan, sejumlah hotel yang ada di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara mengalami peningkatan okupansi hingga 80%.
"Peningkatan okupansinya bervariasi. Tapi ada yang kenaikannya sampai 80%, di daerah Kelapa Gading. Kan ada beberapa hotel di Kelapa Gading, nah itu naik okupansinya," ungkapnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, 30% perekonomian Indonesia terimbas dari padamnya listrik tersebut. Pasalnya, 55% pusat perekonomian Indonesia ditopang pulau Jawa.
"Karena ini yang terkena Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta. Tapi kan pusat-pusat produksi utamanya kan ada di Jawa, kalau kita lihat 55% perekonomian kita ada di Jawa. Boleh dikatakan 3/4 pulau Jawa terkena dampak listrik kemarin. Ya sekitar 30% dari perekonomian kita, terdampak dari apa yang terjadi semalam," terang Piter ketika dihubungi detikFinance.
Sebelumnya, PLN menghitung potensi kerugian mencapai Rp 90 miliar akibat padamnya listrik secara massal di sebagian Pulau Jawa kemarin. Namun, Piter mengatakan kerugiannya lebih besar dari perkiraan tersebut.
"Kerugian jauh lebih besar dari itu. Mungkin itu kerugian yang terhitung oleh PLN. Kerugian yang dialami masyarakat, individu, warung-warung yang tak bisa buka, ya contohnya saudara saya dia buka usaha futsal, semalaman dia tak bisa beroperasi itu. Kan nilainya kecil-kecil, tapi banyak sekali. Itu jumlahnya jauh lebih besar daripada yang disampaikan oleh PLN," papar dia.
Menurut Piter, dunia investasi pun berpotensi terdampak. Pasalnya, dengan adanya kejadian padam listrik secara massal yang mempengaruhi kegiatan usaha, maka kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia dapat turun.
"Masih ada beberapa daerah yang belum menyala, seperti di Bogor juga, artinya ini tidak selesai saat ini, jadi berkepanjangan dan dampaknya lebih luas lagi. Dampak berikutnya yang harus diperhitungkan juga adalah confidence dari investor, keyakinan investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Persoalan listrik selama ini sudah menjadi faktor penghambat dari investasi kita," jelas Piter.
"Listrik di Indonesia itu kan mahal dan tidak reliable itu yang menjadi faktor penghambat investasi. Sehingga dengan ada kejadian ini memperburuk tingkat kepercayaan itu. Sudah tidak percaya makin tidak percaya. Sehingga apa yang menjadi visi dari Pak Jokowi yaitu memacu investasi bisa terkendala, bisa tidak tercapai," tambahnya.
Untuk itu, Piter mengatakan PLN perlu menindaklanjuti kejadian ini dengan serius karena sangat merugikan masyarakat.
"Ini persoalan serius dan harus benar-benar diselesaikan secara serius. Dan harus ada yang bertanggung jawab di sini. Karena masyarakat dirugikan. Kalau di luar negeri masyarakat bisa melakukan gugatan kepada PLN karena mereka dirugikan," tandas Piter.