Pengusaha Protes Cukai Rokok Naik, Jokowi Dituding Tak Peduli Petani

Round-Up 5 Berita Terpopuler

Pengusaha Protes Cukai Rokok Naik, Jokowi Dituding Tak Peduli Petani

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 14 Sep 2019 21:00 WIB
Pengusaha Protes Cukai Rokok Naik, Jokowi Dituding Tak Peduli Petani
Petani Tembakau/Foto: Ragil Ajiyanto
Jakarta - Berita terpopuler detikFinance, Sabtu (14/9/2019), adalah tentang pengusaha rokok protes keras tarif cukai naik 23%. Kenaikan tarif ini diikuti lonjakan harga jual rokok sebesar 35%.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan, menilai kebijakan cukai rokok naik hingga 23% menunjukkan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak peduli nasib petani. Protes juga datang dari produsen rokok, HM Sampoerna.

Direktur HM Sampoerna Troy Modlin menilai kebijakan menaikan cukai rokok bisa mengganggu ekosistem industri hasil tembakau nasional. Selain soal cukai rokok, berita terpopuler lainnya adalah perusahaan Malaysia dan Singapura diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang memicu kabut asap belakangan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mau tahu informasi selengkapnya? Baca 5 berit terpopuler detikFinance berikut ini:
Pemerintah resmi menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 23 persen, yang berlaku mulai 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai, harga jual eceran (HJE) pun naik sekitar 35 persen.

Kenaikan CHT yang mulai berlaku awal tahun depan ini sangat tinggi setelah pemerintah pada tahun ini menahan atau memutuskan tidak menaikkan cukai rokok.

Ada beberapa alasan pemerintah akhirnya mengambil kebijakan menaikkan, antara lain mengendalikan konsumsi, khususnya bagi kalangan perempuan dan anak-anak remaja, yang tercatat mengalami peningkatan. Lalu pemerintah juga ingin menjaga penerimaan negara dari sektor cukai.

Mau tahu informasinya? Baca selengkapnya di sini: 'Ahli Isap' Siap-siap! Cukai Naik, Harga Rokok Melonjak 35%

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepakat menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% mulai 1 Januari 2020. Pengusaha menilai kebijakan tersebut memberatkan industri tembakau.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menganggap pemerintah tak peduli nasib petani tembakau dan nasib tenaga kerja. Keputusan itu dinilai memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT), karena tidak pernah diminta masukan.

"Keputusan yang dilakukan pemerintah ini juga tidak pernah dikomunikasikan dengan kalangan industri," kata Henry menurut keterangan resminya, Sabtu (14/9/2019).

Ia mengatakan, IHT memprediksi kenaikan akan berada di kisaran 10%, sehingga pihaknya cukup kaget ketika mengetahui kenaikan cukai rokok di angka 23%.

"Selama ini, informasi yang kami terima rencana kenaikan cukai di kisaran 10%, angka yang moderat bagi kami meski berat," jelas Henry.

Kemudian, Henry mengungkapkan maraknya rokok elektrik juga ancaman bagi IHT. Rokok elektrik saat ini mulai tumbuh dengan perlakuan peraturan yang berbeda dengan rokok konvensional.

"Kelihatannya memang pemerintah (Jokowi) tidak peduli pada industri hasil tembakau, tidak memperhatikan nasib tenaga kerja dan petani tembakau dan cengkeh. Kami tidak bisa membayangkan kesulitan yang akan kami hadapi ke depan," pungkas dia.

Baca selengkapnya di sini: Cukai Rokok Naik 23%, Jokowi Dianggap Tak Peduli Nasib Petani

Pemerintah sepakat menaikkan cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% mulai 1 Januari 2020. PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) menilai kebijakan itu mengganggu ekosistem industri.

"Kami menilai kenaikan ini mengejutkan dan akan mengganggu ekosistem industri hasil tembakau (IHT) nasional," kata Direktur Sampoerna Troy Modlin menurut keterangan resminya, Sabtu (14/9/2019).

Selain itu, Troy mengatakan, Sampoerna belum menerima rincian kebijakan tersebut dari pemerintah.

"PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) belum mendapatkan rincian aturan kebijakan cukai tersebut," ungkapnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menduga ada perusahaan asing yang terlibat dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Perusahaan asing itu berasal dari Singapura dan Malaysia.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho mengatakan ada 43 perusahaan yang disegel karena terlibat kasus karhutla. Dari 42 perusahaan itu, beberapa di antaranya diketahui memiliki modal dari luar negeri.

"Di sini ada satu perusahaan dari Singapura dan 3 dari Malaysia. Kepada perusahaan ini, kami sedang lakukan proses penyelidikan," katanya di Graha BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (14/9/2019).

Pemerintahan sepakat menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% mulai 1 Januari 2020. Namun, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) justru khawatir dengan dinaikkannya cukai, maka peredaran rokok ilegal semakin marak.

Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan, saat cukai naik 10% saja peredaran rokok ilegal demikian marak. Dengan kenaikan cukai 23% dan kenaikan HJE 35% dapat dipastikan peredaran rokok ilegal akan semakin marak.

"Masalah lain yang dihadapi industri adalah peredaran rokok ilegal. Saat cukai naik 10% saja peredaran rokok ilegal demikian marak. Kalau cukai naik 23% dan HJE naik 35% dapat dipastikan peredaran rokok ilegal akan semakin marak," terang Henry.

Hide Ads