Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan kenaikan pada cukai rokok ini sudah harus diimplementasikan pada tahun depan.
"Sekarang kan jangka waktunya dua tahun, ya ini rapelan 2 tahun setelah tahun kemarin tak ada kenaikan, dalam melihat tarif cukai rokok tak hanya bisa dilihat dari satu dimensi saja. Karena rokok memiliki dampak ke berbagai elemen," kata Suahasil di kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (25/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau cukai rendah, konsumsinya akan naik tinggi, lalu cukai itu juga pengaruh ke penerimaan negara. Nah ini memang harus dicari keseimbangannya, kami pikirkan berapa konsumsinya seperti apa, produksinya bagaimana karena kita tidak bisa menyamaratakan seluruh jenis produksi rokok ini," ujar dia.
Menurut Suahasil, cukai yang naik juga sudah disesuaikan dengan jenis-jenis rokoknya. Dia menyebut, untuk kenaikan terbesar terjadi pada jenis sigaret putih mesin (SPM) 29,96%, untuk cukai rokok jenis Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) naik sebesar 25,42%, Sigaret Kretek Mesin (SKM) 23,49%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) 12,84%. Sedangkan, jenis produk tembakau seperti tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan tarif cukai.
"Tidak sama semua, misalnya dengan yang menggunakan mesin produksi mereka pasti tinggi dan efisien, produksi cepat. Jika produksi home industry kan kecil ke menengah. Jadi ada perbedaan di tarifnya," ujar dia.
Suahasil menambahkan, pemerintah juga melihat efek ekonomi dari dampak kenaikan tarif ini. Tapi dipastikan pemerintah juga sudah memiliki mitigasi terhadap dampak ke ekonomi, buruh dan ekonomi daerah.
(kil/fdl)











































