Kepala Kantor Wilayah DJBC Jateng DIY, Padmoyo Tri Wikanto mengatakan seluruh etil alkohol ini akan dipergunakan untuk memproduksi hand sanitizer, antiseptik, desinfektan dan sejenisnya, yang akan dipergunakan untuk tujuan sosial dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19.
"Dalam kondisi pandemi ini, ketersediaan barang-barang seperti hand sanitizer, masker, dan Alat Pelindung Diri (APD) menjadi langka dan mahal harganya, padahal sangat dibutuhkan dalam jumlah yang banyak seiiring dengan semakin meluasnya wabah COVID-19 ini," kata Padmoyo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Sebanyak 6,21 juta etil alkohol ini akan dimanfaatkan di wilayah Jawa Tengah untuk kegiatan sosial. Adapun beberapa perusahaan kini sudah merealisasikan fasilitas pembebasan tersebut, seperti Djarum Fondation dan PT Indo Acidatama, UD Rachmasari, CV Budiarta, PT Likuid Pharmalab Indonesia, PT Madubaru dan PT Nojorono Tobacco.
Edi Prayitno dari Yayasan Djarum mengatakan pihaknya ingin ikut andil dalam membantu mencegah penyebaran virus Corona. Saat ini hand sanitizer menjadi langka dan mahal, sehingga Yayasan Djarum ingin membuat sendiri hand sanitizer untuk dibagikan kepada masyarakat.
Sementara itu Herudi Wijayanto, Sales & Marketing Manager PT Indo Acidatama Tbk memberikan apresiasi kepada pemerintah yang telah memberikan fasilitas pembebasan cukai etil alkohol untuk tujuan sosial.
Untuk peralatan lainnya seperti masker dan APD, Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kanwil DJBC Jateng DIY, Amin Tri Sobri menjelaskan telah diambil kebijakan yang cepat dan tepat. Bea Cukai Jateng DIY telah membebaskan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas importasi peralatan tersebut.
Hingga saat ini baru ada 20,000 pcs masker dan 147 set APD medical grade yang diimpor. Namun demikian saat ini terdapat 37 perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat di Jawa Tengah dan DIY yang telah dan siap memproduksi masker dan APD.
"Bea Cukai selaku instansi yang mengawasi perusahaan Kawasan Berikat tersebut memberikan kelonggaran ijin produksi, dari yang sebelumnya tidak boleh memproduksi masker dan APD karena tidak mempunyai ijin produksi, kini diperbolehkan," kata Amin.
Amin menambahkan sesungguhnya barang atau bahan baku impor yang dimasukkan ke perusahaan kawasan berikat itu masih terhutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Namun, perusahaan tidak perlu membayar jika barang yang diproduksi itu diekspor. Hal ini untuk mendorong investasi dan ekspor. Adapun jika produknya di jual di dalam negeri maka harus membayar bea masuk dan pajak lainnya.
Namun demikian atas penjualan masker dan APD di dalam negeri untuk tujuan sosial dalam rangka pencegahan dan penanggulangan wabah COVID-19 dan bukan untuk tujuan komersil dapat diberikan pembebasan bea masuk dan pajak yang terhutang serta dikecualikan dari perijinan atau pengenaan tata niaga impor.
(hek/dna)