Jokowi Buka-bukaan Kondisi Manufaktur dan Pangan RI

Jokowi Buka-bukaan Kondisi Manufaktur dan Pangan RI

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 07 Mei 2020 05:00 WIB
Presiden Jokowi Ikuti KTT Gerakan Non-Blok
Foto: Biro Pers Setpres
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan para menterinya untuk berhati-hati terhadap penurunan Indeks Manufaktur Indonesia. Terlebih indeks sektor pangan juga mengalami penurunan.

Jokowi mengatakan wabah COVID-19 telah menghantam dua sisi sekaligus, yakni supply dan demand. Nah dari sisi supply atau penawaran Indeks Manufaktur Indonesia atau Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur pada April turun 27,5 dibanding periode Maret 45,3. Hal itulah yang menjadi perhatian Jokowi.

"Indeks Manufaktur Indonesia pada April 2020 mengalami kontraksi terdalam bila dibandingkan negara lainnya di Asean. Indonesia berada di level 27,5, lebih rendah dibandingkan korea selatan 41,6, Malaysia 31,3, Vietnam 32,7, Filipina 31,6. Ini hati-hati mengenai Indeks Manufaktur Indonesia, agar juga dicarikan solusi dan jalan agar kontraksi ini bisa kita perbaiki," tuturnya saat membuka sidang kabinet, Rabu (6/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirinya meminta kepada para menteri di bidang ekonomi agar memperhatikan angka-angka di dalam PMI secara detil. Sektor dan subsektor mana yang turun paling dalam dan segera dicarikan solusinya dengan memberikan stimulus.

"Sehingga program stimulus ekonomi betul-betul harus kita buat, dan harus tepat sasaran. Bisa mulai merancang skenario recovery, pemulihan di setiap sektor dan subsektor," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Jokowi pun merinci sub-sektor mana yang berkontribusi negatif pada pertumbuhan di kuartal I-2020. Salah satunya sektor pangan yang tercatat -0,31. Melihat data itu Jokowi sedikit geram dan berbicara secara tegas

"Pangan ini -0,31, hati-hati dengan angka ini. Sekali lagi hati-hati dengan angka-angka ini. Beberapa kali sudah saya sampaikan FAO memperingatkan adanya krisis pangan. Artinya sektor pertanian harus digenjot agar berproduksi, tapi sekali lagi juga dengan protokol kesehatan dengan baik," tegasnya.

Tak hanya itu, sektor lainnya yang tercatat turun yakni angkutan udara -0,08, pertambangan, minyak, gas, panas bumi -0,08, industri barang logam dan komputer -0,07, penyediaan akomodasi -0,03, industri mesin dan perlengkapan -0,03.

Sementara dari sisi demand atau permintaan juga mengalami kontraksi. Inflasi pada April 2020 tercatat 0,08%. Angka itu terbilang sangat rendah bila dibandingkan pada periode bulan yang berbarengan dengan Ramadhan di tahun sebelumnya. Sebab biasanya permintaan di Ramadhan selalu tinggi dan mendorong inflasi

Corona menguasai bumi akibatkan sejumlah hewan bebas keluar


Keyakinan pelaku ekonomi yang tercermin pada Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia telah mengalami penurunan terparah sejak 2011. Pada April ini angkanya turun 27,5 dibanding periode Maret 45,3. Angka ini terkontraksi di level terendah sejak 2011.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun menjelaskan ekonomi Indonesia, khususnya sektor industri manufaktur sangat tergantung dari kemampuan domestic market/domestic consumption.

"Assessment kami sekitar 70% hasil produksi Industri Manufaktur diserap pasar dalam negeri. Maka ketika kemampuan/atau daya beli masyarakat tertekan, tidak ada demand, secara otomatis perusahaan industri harus melakukan penyesuaian, termasuk penurunan drastis utilisasinya," kata dia Rabu (6/5/2020).

Belum lagi ketika dikaitkan dengan rantai pasok (supply chain) dari industri turunannya, yang mana menurutnya banyak tergantung dari industri besar atau industri induknya, yang mana itu pasti juga akan memukul rantai pasok tersebut.

"Kebutuhan dan ketersediaan bahan baku jadi masalah, karena dikaitkan dengan demand yang didasari oleh daya beli masyarakat. Kita ambil contoh India yang Industrinya juga tergantung domestic consumption, hari ini PMI-nya turun sangat drastis," ujarnya.

Index PMI India, lanjut dia sebesar 27,4, yang mana polanya sama dengan Indonesia. "Selain daya beli masyarakat, logika sederhananya adalah kondisi normal PMI kita di Angka 50an. Jika utilitas turun sampai di bawah 50% maka angka PMI disekitar 25an. Variabel penjualan, dan input manufaktur kita 74% impor dan dengan tambahan tekanan kurs maka beban input meningkat akibatnya output (demand) menurun signifikan," paparnya.

Agus menjelaskan bahwa dibandingkan negara Asean, volume atau size industri manufaktur Indonesia lebih besar, maka jika terpukul pastinya nilai PMI Indonesia terseret ke bawah lebih dalam.

"Namun saya yakin, apabila nanti PSBB (pembatasan sosial berskala besar) bisa direlaksasi, sehingga kegiatan ekonomi berangsur pulih, sehingga daya beli masyarakat pulih, industri manufaktur kita akan bergairah lagi, seperti PMI yang 51,9 dibulan Februari ini," lanjut Agus.

Dia menambahkan, Indonesia untuk jangka menengah dan panjang harus memperbesar rasio penyerapan produk untuk ekspor, dengan membuka akses pasar di negara lain.


Hide Ads