Harga remdesivir untuk pasien COVID-19 yang didistribusikan oleh PT Kalbe Farma Tbk sempat menjadi sorotan karena dianggap kemahalan. Obat dengan merek Covifor yang diimpor dari perusahaan asal India, Hetero itu awalnya dibanderol Rp 3 juta per vial.
Tak lama berselang, harga obat tersebut diturunkan menjadi Rp 1,5 juta per vial alias turun 50%. Sebenarnya apakah memasok remdesivir dari luar negeri kena pungutan impor sehingga harganya menjadi mahal?
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Haryo Limanseto menjelaskan remdesivir adalah salah satu kategori produk yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 83 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi obat ini dia masuk yang PMK 83 Tahun 2020, karena penanganan COVID ya," kata dia kepada detikcom, Selasa (6/10/2020).
Dia menjelaskan ada beberapa kategori barang yang pungutan impornya 0%. Pertama adalah produk untuk penanganan COVID-19 yang diatur di dalam PMK 83/2020. Kedua, barang yang belum diproduksi di dalam negeri.
Sementara produk di luar kategori di atas maka dikenakan pungutan impor mulai dari 5% hingga seterusnya.
"Kan kategorinya ada tiga, yang masih bahan baku obat itu 0%, obat yang belum sepenuhnya bisa diproduksi (di dalam negeri) itu di 0% juga. Nah kalau obat yang sudah bisa diproduksi di Indonesia tapi masih diimpor itu (pungutannya) 5% ke atas," tambahnya.
Jadi, obat bea cukai menegaskan bahwa impor remdesivir bebas bea masuk karena termasuk dalam kategori impor penanganan COVID-19.
(toy/zlf)