Realisasi Cukai Rokok Melesat, Pemerintah Diminta Lakukan Hal Ini

Realisasi Cukai Rokok Melesat, Pemerintah Diminta Lakukan Hal Ini

Tim detikcom - detikFinance
Jumat, 26 Feb 2021 08:17 WIB
Cukai rokok 2021 naik menjadi 12,5%. Kenaikan tarif tersebut mulai berlaku pada Februari 2021 mendatang.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Realisasi penerimaan cukai hasil tembakau atau cukai rokok melesat di awal tahun ini. Per Januari 2021, penerimaan cukai rokok mencapai Rp 8,83 triliun atau tumbuh 626% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pemerintah juga menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 12,5 persen yang berlaku sejak 1 Februari 2021. Hal ini pun dinilai akan menambah kas negara.

Project Officer for Tobacco Control Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Lara Rizka mengatakan, pemerintah tetap perlu untuk melakukan pengawasan terhadap harga rokok demi mengendalikan prevalensi merokok di Indonesia. Menurutnya, kenaikan cukai tidak mempengaruhi harga rokok.

"Kenyataannya walaupun secara teori tarif cukai rokok naik dan harga rokok juga naik, tapi secara praktis itu tidak terjadi. Kalau pun ada rokok yang naik, pembeli masih bisa memilih rokok yang lebih murah," kata Lara dalam keterangannya, Jumat (26/2/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Itulah sebabnya dia sepakat agar ada pengawasan terhadap kebijakan harga rokok agar tidak terjadi pelanggaran aturan. "Kalau itu fokusnya ke penindakan, jadi yang bisa melakukan adalah Bea Cukai. Kita hanya bisa bergantung ke petugas Bea Cukai untuk menindak kalau ada yang melanggar aturan," ujar Lara.

Sementara itu Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Sumarjati Arjoso mengatakan penertiban rokok murah di pasaran harus diawasi dengan kolaborasi Bea Cukai secara menyeluruh.

"Sebetulnya untuk pengawasan itu Bea Cukai di pusat, dan tentunya di daerah-daerah juga. Jadi termasuk misalnya dari (dinas) perdagangan di daerah dan dari pemerintah daerah ikut mengawasi mestinya," ujar Sumarjati.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan rokok murah merupakan hambatan untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia, khususnya perokok anak-anak. Ia menilai upaya pengendalian tembakau di Indonesia masih belum kelihatan hasilnya. Itulah sebabnya pengawasan menjadi penting mengingat harga rokok yang terjangkau dan terbilang murah di pasaran, walaupun cukai hasil tembakau telah naik dari tahun ke tahun.

"Menteri keuangan menaikkan cukai rokok 12,5% sehingga harga rokok sedikit naik. Penerimaan APBN juga naik. Tetapi itu dari kami, rasanya kurang tinggi karena rokok masih terjangkau," ujarnya lagi.

Lihat juga Video: Bea Cukai Yogya Sita 171.400 Rokok Ilegal yang Ditimbun di Rusunawa

[Gambas:Video 20detik]



Terlebih pada praktiknya peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah untuk harga rokok ini banyak dilanggar oleh perusahaan dengan menjual produknya di bawah batasan harga yang sudah ditetapkan. Yang akhirnya menyebabkan harga rokok masih murah sekalipun cukai rokok telah naik.

Pemerintah sendiri punya target untuk menurunkan prevalensi perokok anak sesuai dengan RPJMN 2020-2024 dari 9,1% menjadi 8,7%, maka ini semakin sulit dicapai ketika di lapangan harga rokok masih belum naik signifikan. Dari segi kebijakan, pemerintah telah menentukan harga rokok lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198 Tahun 2020 dimana harga transaksi pasar (HTP) atau harga di pasaran diatur dengan batas 85% dari harga jual eceran (HJE) yang tercantum pada pita cukai.


Hide Ads