Pemerintah Mau Revisi Aturan Rokok, Petani Minta Hal Ini

Pemerintah Mau Revisi Aturan Rokok, Petani Minta Hal Ini

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 31 Mei 2021 10:36 WIB
Cuaca yang tak menentu turut berimbas pada petani tembakau. Hasil tembakau yang tak maksimal membuat penghasilan para petani turun.
Foto: Muhamad Rizal
Jakarta -

Pemerintah akan mengubah sejumlah ketentuan rokok saat ini melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Rencana ini mendapat penolakan dari pelaku industri hasil tembakau. Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB, Sahminudin, mendesak negara hadir untuk menyelamatkan petani tembakau. Salah satunya dengan membuat kebijakan yang mendukung kelangsungan hidup petani tembakau.

"Sudah saatnya pemerintahan Presiden Jokowi berkomitmen membuat regulasi yang benar-benar melindungi sektor pertembakauan, dan bersikap tegas terhadap tekanan asing yang mengintervensi kelangsungan komoditas strategis tembakau, sehingga kemandirian bangsa terjaga," tegasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia saat ini juga belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang digagas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Adapun tujuan FCTC adalah menurunkan konsumsi rokok dan menerapkan pajak/cukai yang tinggi pada produk tembakau.

Sahminudin menegaskan, pihaknya meminta pemerintah untuk menolak ratifikasi FTCT. Ia khawatir nasib para petani tembakau jika cukai rokok terus naik tinggi.

ADVERTISEMENT

"Pemberlakukan kenaikan cukai rokok menjadi masa depan suram para petani emas hijau, khususnya di Lombok, yang selama ini menjadi kontributor paling besar penyediaan bahan baku rokok nasional," pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, meminta pemerintah mengedepankan keadilan terhadap industri hasil tembakau. Menurutnya, industri rokok ini hanya didorong untuk menambah penerimaan negara.

"Industri hasil tembakau ini faktanya hanyalah menjadi sapi perah oleh pemerintah dan negara. Bahkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7/2020, tidak ada keberpihakannya. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka tentang industri hasil tembakau ini perlu mendapatkan satu payung hukum perlindungan," tambahnya.

Adapun hingga akhir April 2021, penerimaan cukai hasil tembakau atau cukai rokok mencapai Rp 58,25 triliun. Realisasi ini naik 34,42% dari periode yang sama tahun lalu Rp 43,33 triliun. Penerimaan cukai rokok itu sudah mencapai 33,52% dari target tahun ini sebesar Rp 173,78 triliun.
Secara keseluruhan penerimaan cukai hingga akhir bulan lalu sebesar Rp 60,05 triliun, naik 32,77% dari periode yang sama tahun lalu Rp 45,23 triliun.


Hide Ads