Pengusaha Ramai-ramai Tolak Revisi Aturan Ini, Kenapa?

Pengusaha Ramai-ramai Tolak Revisi Aturan Ini, Kenapa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 10 Jun 2021 16:07 WIB
Harga rokok akan berubah seiring kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok, yang rata-rata 12,5% mulai hari ini, Senin (1/2/2021).
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Revisi Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditolak oleh seluruh elemen industri hasil tembakau (IHT). Mereka meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan rencana penyusunan kebijakan karena mengancam keberlangsungan IHT dan mata rantai.

Ketua umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menjelaskan ada tiga poin yang ingin disampaikan yakni revisi PP 109/2021 bukan termasuk dalam regulasi yang diprioritaskan dalam Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2021 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah.

Hal ini adalah bukti konkret bentuk penyalahgunaan wewenang (abuse of power) Kementerian Kesehatan yang didorong oleh sekelompok atas nama kesehatan. Kedua, jalur prakarsa merupakan mekanisme untuk mendorong suatu peraturan karena situasi darurat. Faktanya sampai hari ini kedaruratan revisi PP 109/2012 masih dipertanyakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlebih, pemangku kepentingan IHT tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan. Hal ini mengkhianati amanah peraturan dan perundang-undangan karena pemerintah seharusnya mengkonsultasikan kebijakan yang berdampak pada mata rantai IHT kepada para pemangku kepentingannya.

"Poin ketiga, kami memohon kepada Presiden RI untuk menghentikan seluruh diskusi ataupun rencana revisi PP 109 Tahun 2012 karena mengancam keberlangsungan IHT dan mata rantainya. Penolakan yang kami sampaikan hari ini tentunya didasari oleh sejumlah pertimbangan," ujar Budidoyo.

ADVERTISEMENT

Hingga April 2021, sektor IHT masih mengalami penurunan sebesar 6,6%. Menurut Budidoyo, mencuatnya desakan revisi PP 109/2012 jelas semakin memberatkan kelangsungan hidup IHT dan akan semakin merugikan 6 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari sektor IHT. Saat ini, sektor IHT sedang berupaya pulih dari dampak pandemi dan di sisi lain dihadapkan pada target penerimaan kepabeanan dan cukai.

"Wacana revisi PP 109/2012 tujuannya tidak lagi melakukan pembatasan tetapi melarang total keberadaan IHT. Ini sangat disayangkan. Isu perokok pemula yang termasuk dalam fokus wacana revisi PP 109/2012 merupakan persoalan pelik, butuh sinergi kebijakan dan kontribusi seluruh pihak dan pemangku kepentingan, bukan hanya pengendalian di sisi hilir," tegas Budidoyo.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua KNPK Muhammad Nur Azami mengatakan revisi PP 109 ini menekan bisnis pabrik rokok dengan kebijakan pemasaran, distribusi dan perdagangan.

Seperti diketahui, selama dua tahun terakhir wacana revisi PP 109/2012 didorong oleh Kementerian Kesehatan untuk melegalkan perluasan gambar peringatan kesehatan dari 40% menjadi 90% dan pelarangan total promosi dan iklan di berbagai media, termasuk tempat penjualan. Dorongan ini dilakukan dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak.

Mata rantai IHT menilai wacana revisi PP 109/2012 oleh Kementerian Kesehatan secara jelas tidak memandang dan memposisikan keberlanjutan IHT sebagai sektor padat karya yang memiliki multiplier effect yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya.

Padahal dalam praktiknya, IHT telah berkomitmen dan konsisten taat pada kebijakan pengendalian tembakau di antaranya membatasi iklan media luar ruang, iklan televisi yang hanya diperbolehkan tayang pada jam tertentu, menerapkan tempat khusus merokok yang terpisah hingga larangan menjual rokok kepada ibu hamil dan anak di bawah 18 tahun.

Usulan yang dicantumkan dalam revisi PP 109/2012 juga dinilai jauh lebih ketat dibandingkan Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal, Indonesia tidak ikut dalam ratifikasi FCTC. Revisi PP 109/2012 akan menjurus pada aksesi FCTC yang memperburuk iklim usaha sektor IHT.

Sebanyak 12 elemen mata rantai IHT yang ikut menandatangani pernyataan sikap penolakan revisi PP 109/2012 yakni Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Asosiasi Petani tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkih Indonesia (APCI), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Pemuda Tani Indonesia HKTI, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman SPSI (FP RTMM SPSI), Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), dan Gabungan Produsen Rokok Surabaya (GAPROSU). Selain itu, ada juga Lembaga Konsumen Rokok Indonesia (LKRI), Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Perokok Bijak dan Komunitas Kretek.


Hide Ads